Jumat, 03 Desember 2010

KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI LANDASAN KONSEPSIONAL STRATEGIS

KETAHANAN NASIONAL
SEBAGAI LANDASAN KONSEPSIONAL STRATEGIS

Oleh:
JUHRI AM[1]

Abstrak



PENDAHULUAN

Tulisan ini membahas sekilas tentang ketahanan nasional sebagai landasan konsepsional strategis dalam mewujudkan kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia yang sedang berjuang keras memulihkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa yang mengalami keretakan beberapa tahun terakhir ini. Perjalanan sejarah telah menunjukkan sesungguhnya bangsa Indonesia telah berhasil merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah yang telah berkuasa selama tiga setengah abad lamanya berkat kokohnya nilai-nilai persatuan yang telah tertanam dalam sanubari bangsa Indonesia. Hal ini merupakan wujud nyata bahwa Bangsa Indonesia pernah menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan di atas pondasi ketahanan nasional Indonesia yang kokoh. Memperkokoh nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semestinya sangat dibutuhkan ketika kita ingin meraih suatu kemenangan. Terlebih-lebih di tahun 2009 ini akan terjadi peristiwa penting digelarnya pesta demokrasi untuk menentukan pilihan tepat terhadap para calon pemimpin nasional yang memiliki komitmen mewujudkan niat reformasi dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya bidang social dan politik.
Sesungguhnya perjalanan Reformasi di berbagai aspek kehidupan bangsa ini sudah berjalan satu dasa warsa lebih. Namun, tujuan reformasi belum memberikan buah optimal untuk mewujudkan kesejahteraan suatu bangsanya. Kalau dicermati, akibat reformasi justru berbagai efek negative muncul di sana sini hampir terjadi di seluruh penjuru tanah air kita. Salah satu efek negatif akibat reformasi yang tidak memahami nilai-nilai dasar tujuan reformasi, antara lain adalah menurunnya nilai-nilai semangat persatuan, kebersamaan, dan kesatuan bangsa dalam satu wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Bahkan kita saksikan, justru di berbagai pelosok tanah air masih saja terjadi konflik di antara suku bangsanya sendiri, ironisnya perselisihan antar mahasiswa dalam satu kampus sendiripun masih terjadi, demikian pula di lingkungan pelajar, pemuda antar kampong, dan masyarakat dengan warga masyarakat lain. Tidak mau ketinggalan pula, konflik internal sering terjadi di kalangan para elit politik yang menjadi konsumsi diberbagai media cetak maupun elektronik.
Memang, sungguh memprihatinkan, memilukan, dan mengecewakan kalau suatu bangsa yang pernah di kenal sebagai bangsa yang ramah, santun, dan menjunjung tinggi nilai kegotongroyongan yang dikagumi bangsa lainnya. Keretakan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia semestinya tidak akan terjadi berlarut-larut, manakala bangsa yang pernah dikenal sebagai bangsa yang santun ini menyadarkan diri akan pentingnya persatuan suatu bangsa. Kalau kita mau belajar dari pengalaman sejarah dan mau menengok jauh ke belakang kita sesungguhnya telah menjadi bangsa yang mampu menjalin ikatan persatuan yang sangat kokoh ketika semangat kebangsaan merebut kemerdekaan dari cengkeraman penjajah yang terjadi tiga setengah abad lebih lamanya.
Upaya untuk mewujudkan persatuan bangsa ini, pemerintah bersama-sama masyarakat sesungguhnya telah melakukan antara lain dengan cara memperkokoh ketahanan nasional diberbagai bidang, melalui strategi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya ketahanan nasional di atas persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagaimana diketahui bahwa ketahanan nasional (tannas) Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan (TAHG) baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan guna  mencapai tujuan nasionalnya.
Dalam pengertian tersebut, Ketahanan Nasional dapat dipahami merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan.  Suatu kondisi kehidupan yang dibina secara dini terus menerus dan sinergik, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional, bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional.  Proses berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi tersebut dilakukan berdasarkan pemikiran geostrategi berupa suatu konsepsi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasi geografi Indonesia.  Menurunnya nilai persatuan dan kesatuan bangsa diduga masih kuatnya pengaruh internal bangsa Indonesia berupa kesadaran masyarakat Indonesia akan persatuan dan kesatuan bangsa.

KONSEPSI KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah Konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1045 dan Wawasan Nusantara.  Dengan kata lain, Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, yang mampu mengatasi TAHG yang timbul.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya, demi sebesar-besar kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah dan jasmaniah.  Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam. Pada hakikatnya ketahanan nasional mengandung: (a) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional. (b) merupakan pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional.

ASAS-ASAS KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
            Asas Ketahanan Nasional Indonesia dapat dipahami sebagai tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari:
a.      Asas Kesejahteraan dan Keamanan; pada asas ini dapat dibedakan tetapi tidak dapat  dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang mendasar serta esensial, baik sebagai perorangan maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Dengan demikian kesejahteraan dan keamanan merupakan asas dalam Sistem Kehidupan Nasional.  Tanpa kesejahteraan dan keamanan, Sistem Kehidupan Nasional tidak akan dapat berlangsung, sehingga kesejahteraan dan keamanan yang merupakan nilai instrinsik pada Sistem Kehidupan nasional itu sendiri sulit diwujudkan.  Dalam realisasinya kondisi kesejahteraan dan keamanan dapat dicapai dengan menitikberatkan pada kesejahteraan, tetapi tidak berarti mengabaikan keamanan.  Sebaliknya memberikan prioritas pada keamanan tidak boleh mengabaikan kesejahteraan.  Baik kesejahteraan maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apapun.
b.      Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu; Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh menyeluruh dan terpadu dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras dari seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Dengan demikian Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif integral).
c.      Asas Mawas Ke Dalam dan Mawas Ke Luar; Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi.  Disamping itu, system kehidupan nasional juga berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya.  Dalam proses interaksi tersebut dapat timbul berbagai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif.  Untuk itu diperlukan sikap mawas ke dalam maupun ke luar, mencakup perialku:.  (1) Mawas Ke Dalam; Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang proporsional untik meningkatkan kualitas derajat kemampuan bangsa yang ulet dan tangguh.  Hal ini tidak berarti bahwa Ketahanan nasional mengandung sikap isolasi atau nasionalisme sempit. (2) Mawas Ke Luar; Mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi, dan ikut berperan serta menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri, serta menerima kenyataan adanya saling interaksi dan ketergantungan, dengan dunia internasional.  Untuk menjamin kepentingan nasional, kehidupan nasional harus mampu mengembangkan kekuatan nasional, agar memberikan dampak keluar dalam bentuk daya tangkal dan daya tawar.  Namun demikian, interaksi dengan pihak lain diuatamakan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
d.      Asas Kekeluargaan; Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesetaraan, gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Dalam asas ini diakui adanya perbedaan dan perbedaan tersebut harus dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan, serta dijaga agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat antagonistik yang saling menghancurkan.

SIFAT KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
            Ketahanan Nasional memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam landasan dan asas-asasnya, yaitu: (a) Mandiri; Ketahanan Nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dengan keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah serta bertumpu pada identitas, integritas dan kepribadian bangsa.  Kemandirian (independent)  ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam perkembangan global (interdependent). (b) Dinamis; Ketahanan Nasional tidaklah tetap, melainkan dapat meningkatkan ataupun menurun tergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan Negara, serta kondisi lingkungan strategisnya.  Hal ini sesuai dengan hakikat dan pengertian bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula.  Oleh karena itu upaya peningkatan Ketahanan Nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik. (c)       Wibawa;keberhasilan Pembina Ketahanan Nasional Indonesia secara berlanjut dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa yang dapat menjadi factor yang diperhatikan pihak lain.  Makin tinggi tingkat Ketahanan nasional Indonesia, makin tinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan Negara Indonesia. (d) Konsultasi dan Kerjasama; Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan antagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata, tetapi lebih pada sikap konsultatif dab kerjasama, serta saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

KEDUDUKAN DAN FUNGSI KONSEPSI KETAHANAN NASIONAL
Konsepsi Ketahanan Nasional merupakan suatu ajaran yang diharapkan dapat diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan pedoman yang perlu diimplementasikan secara berlanjut dalam rangka membina kondisi kehidupan nasional yang ingin diwujudkan.  Tannas berkedudukan sebagai Landasan Konsepsional Strategis, yang didasari oleh Pancasila sebagai Landasan Idiil dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusional serta Wasantara sebagai Landasan Visional di dalam paradigma kehidupan nasional.
Konsepsi Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan penggunaanya berfungsi sebagai Landasan Konsepsional Strategis, Metoda Pembinaan Kehidupan Nasional Indonesia, dan Sebagai Pola dasar Pembangunan Nasional. (1) Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsinya sebagai Landasan Konsepsional Strategis perlu dipahami guna menjamin terjalinnya suatu pola pikir, pola sikap, pola tindak dan pola kerja untuk menyatupadukan upaya bersama bangsa yang bersifat interregional (wilayah), inter sektoral dan multi disiplin, dengan pendekatan top down dan bottom up secara sinergik.  Tanpa adanya  landasan tersebut dapat terjadi cara berpikir yang terkotak-kotak (sektoral), kesimpangsiuran dalam arah dan tindakan, serta tidak konsisten dengan falsafah yang telah disepakati, sehingga mengakibatkan pemborosan waktu, tenaga dan sarana, yang tidak memicu terjadinya hambatan bahkan penyimpangan dari tujuan nasional dan cita-cita nasional. (2) Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsinya sebagai Pola dasar pembangunan Nasional pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang meliputi segenap bidang dan sektor pembangunan secara terpadu.
(3) Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsinya sebagai Metoda Pembinaan Kehidupan nasional pada hakikatnya merupakan suatu metoda komprehensif integral dalam merumuskan kebijaksanaan dan strategi nasional merupakan metoda umum berdasarkan Astagatra yang meliputi unsur-unsur geografi, kekayaan alam, kependudukan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

DASAR PEMIKIRAN ASTAGATRA
Pancasila sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa Indonesia, yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa, memberikan keyakinan kepada rakyat Indonesia bahwa dalam kehidupannya, manusia adalah sebagai mahluk pribadi sekaligus sebgai mahluk sosial serta memiliki dua segi hubungan utama yang tak dapat dipiasahkan yaitu; hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia dan lingkungannya.  Dalam dinamika kehidupan hubungan ini akan menumbuhkan berbagai hubungan yang dibina secara harmonis.  Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan ruang hidup.  Suatu ruang hidup dengan berbagai potensi yang menyertainya. Baik untuk kepentingan lahiriah (materiil) maupun batiniah (spirituil) yang mencakup kepentingan kesejahteraan dan keamanan bangsa. (1) Bangsa Indonesia mensyukuri akan segala anugerah Tuhan, baik dalam wujud konstelasi dan posisi geografi, maupun segala isi dan potensi yang dimiliki wilayah Nusantara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat, harkat, martabat bangsa dan negara Indonesia dalam pergaulan antar bangsa.  Dalam memanfaatkan isi dan potensi sumber kekayaan alam (SKA), sangat diperlukan adanya kualitas manusia Indonesia.  Terlebih menghadapi penduduk yang terus bertambah, sedang bumi/alam yang menyediakan segala kebutuhan manusia dapat dikatakan relatif tetap atau tidak bertambah.  Dengan kata lain bahwa manusia sebagai obyek yang terus menginginkan terpenuhinya kebutuhan yang digali dari SKA, dan sangat tergantung pada kondisi geografi, merupakan ketiga unsur/aspek alamiah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling mengkait.
(2)       Dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, manusia Indonesia menyelenggarakan kehidupannya dengan mengadakan hubungan-hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia dan lingkungannya. (i) Hubungan Manusia dengan Tuhan, menumbuhkan kehidupan beragama yang mengandung nilai-nilai moral dan etika; (ii) Hubungan Manusia dengan Cita-cita, melahirkan kehidupan ideologi; (iii) Hubungan Manusia dengan Kepentingan dan kekuasaan, menimbulkan kehidupan Politik;  (iv) Hubungan Manusia dengan Pemenuhan Kebutuhan, menimbulkan kehidupan Ekonomi; (v) Hubungan Manusia dengan Manusia lainnya, mewujudkan kehidupan Sosial (masyarakat) dengan segenap perangkatnya, termasuk norma/hukum yang haris dipatuhi; (v) Hubungan Manusia dalam kehidupan bermasyarakat dengan tumbuhnya Rasa, Cipta, Karsa dan Karya, mewujudkan kehidupan Budaya; (vi) Hubungan Manusia dengan Pemanfaatan dan Penguasaan Alam, menciptakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang merupakan hasil dari Rasa, Cipta, Karsa dan Karya, mewujudkan kehidupan Budaya; (vii) Hubungan Manusia dengan Rasa Aman, mewujudkan kehidupan Pertahanan dan Keamanan.
Berdasarkan rumusan pengertian Tannas, sesungguhnya Tannas merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata) kehidupan nasional pada saat tertentu.  Sebagai kondisi yang tergantung pada waktu, ruang dan lingkungan, maka Tannas bersifat dinamis.  Tiap-tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional relatif berubah menurut waktu, ruang, dan lingkungan terutama pada aspek-aspek dinamis, sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang amat sulit dipantau, karena sangat kompleks.  Dalam rangka pemahaman dan pembinaan tata kehidupan nasional tersebut, diperlukan penyederhanaan tertentu dari berbagai aspek kehidupan nasional dalam bentuk model yang merupakan hasil pemetaan dari keadaan nyata, melalui suatu kesepakatan dari analisa mendalam yang dilandasi teori hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan lingkungan.  Di dalam proses penyederhanaan itu jumlah aspek kehidupan nasional diredusir sampai jumlahnya sesedikit mungkin, namun tetap dapat merefleksikan ciri-ciri utama dari fenomena atau permasalahan, yang disebut ”gatra”.  Sesungguhnya jumlah gatra yang digunakan satu model dapat berapa saja, akan tetapi perlu diwaspadai bahwa jumlah gatra yang terlalu banyak akan mengakibatkan gambaran kehidupan yang kompleks, sehingga tujuan penyederhanaan tidak berhasil.
Terkait dengan unsur-unsur alamiah yang melekat pada negara diperoleh pemetaan pada 3 Gatra (Trigatra) yang relatif statis yaitu gatra Geografi, Sumber Kekayaan Alam dan Kependudukan, sedangkan berdasarkan pemahaman tata hubungan manusia dalam kehidupan sosialnya diperoleh kesepakatan bahwa dalam Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia seluruh aspek kehidupan sosial dipetakan dalam 5 gatra Sosial (Pancagatra) yang bersifat dinamis dan dianggap dominan yaitu gatra Ideologi, gatra Politik, gatra Ekonomi, gatra Sosial-Budaya, gatra Pertahanan dan Keamanan.
*            Walaupun Agama tidak dimunculkan sebagai gatra, namun nilai-nilai agama harus memberikan landasan moral dan etika dalam semua gatra dari pancagatra.
*            Demikian pula Hukum, yang timbul dari interaksi/hubungan antara manusia dengan Manusia masuk dalam gatra Sosial-Budaya, namun selanjutnya hukum juga diperlukan sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan kehidupan ideologi, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan.
*            Demikian pula pengembangan IPTEK dimasukkan dalam gatra Sosial-Budaya sebagai hasil dari rasa, cipta, karsa dan karya manusia, sedangkan pemanfaatan IPTEK merupakan unsur dari gatra Ekonomi dan sebagai komoditi.  Dalam Gatra Politik serta garta Pertahanan dan Keamanan, IPTEK sebagai unsur pendukun dalam sistem, dan lat peralatan yang digunakan.
Ke tiga gatra alamiah (Trigatra) bila digabungkan dengan lima gatra Sosial (Pancagatra) akan menjadi delapan gatra (Astagatra) yang merupakan model pemetaan menyeluruh dari system kehidupan nasional bangsa Indonesia.  Astagatra tersebut satu sama lainnya terintegrasi secara utuh menyeluruh dan terpadu, membentuk tata laku masyarakat bangsa dan negara. Pemahaman lebih lanjut dijelaskan pada uraian singkat di abwah ini.
a.      Trigatra (Gatra Alamiah); Trigatra atau gatra alamiah meliputi aspek-aspek suatu Negara yang memang sudah melekat pada Negara itu.  Unsur dari setiap aspek tidak pernah sama spesifikasinya untuk setiap Negara.  Trigatra atau gatra alamiah meliputi gatra : Geografi, Sumber Kekayaan Alam dan Kependudukan.  Ketiga gatra alamiah tersebut mengandung unsure-unsur alamiah yang bersifat relative tetap atau statis.
b.      Pancagatra (Gatra Sosial); ncagatra atau gatra social adalah aspek-aspek kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan dan norma-norma tertentu.
Pancagatra atau gatra Sosial meliputi : gatra Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pertahanan dan Keamanan.  Kelima gatra Sosial tersebut mengandung unsur-unsur yang bersifat dinamis. Tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia selalu ditujukan pada kelima gatra Sosial tersebut.  Dan oleh karena itu penanggulangannya adalah dengan upaya meningkatkan ketahanan dalam gatra ideology, politik, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan secara utuh menyeluruh dan terpadu.         Kualitas Pancagatra dalam kehidupan nasional Indonesia tersebut secara terintegrasi serta dalam interaksinya dengan Trigatra mencerminkan tingkat Ketahanan Nasional Indonesia.

HUBUNGAN ANTAR GATRA DALAM ASTAGATRA
Antara Trigatra dan Pancagatra serta antar gatra itu sendiri terdapat hubungan timbal balik yang erat yang dinamakan korelasi dan interdependensi, dalam arti bahwa: (1) Ketahanan Nasional pada hakikatnya bergantung kepada kemampuan bangsa dan Negara di dalam mendayagunakan secara optimal gatra Alamiah (Trigatra) sebagai modal dasar untuk penciptaan kondisi dinamis yang merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan kehidupan nasional (Pancagatra). (2) Ketahanan nasional adalah suatu pengertian holistic, yaitu suatu tatanan yang utuh, menyeluruh dan terpadu, dimana terdapat saling hubungan antar gatra didalam keseluruhan kehidupan nasional (Astagatra). (3) Kelemahan di salah satu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan sebaliknya kekuatan dari salah satu atau beberapa gatra dapat didayagunakan untuk memperkuat gatra lainnya yang lemah, dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan. (4) Ketahanan Nasional Indonesia bukan merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultante keterkaitan yang integrative dari kondisi-kondisi dinamik kehidupan bangsa di bidang-bidang ideology, politik, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan.
Selanjutnya hubungan antar gatra, dikemukakan seperti uraian berikut: (1) Gatra geografi, Karakter geografi sangat mempengaruhi jenis, kualitas dan persebaran kekayaan alam dan sebaliknya kekayaan alam dapat mempengaruhi karakter geografi. (2) Antara Gatra Geografi dan Gatra Kependudukan; Bentuk-bentuk kehidupan dan penghidupan serta persebaran penduduk sangat erat kaitannya dengan karakter geografi dan sebaliknya karakter geografi mempengaruhi kehidupan dari pendudukanya. (3) Antara Gatra Kependudukan dan Gatra Kekayaan Alam; Kehidupan dan penghidupan pendudukan dipengaruhi oleh jenis, kualitas, kuantitas dan persebaran kekayaan alam, demikian pula sebaliknya jenis, kualitas, kuantitas dan persebaran kekayaan alam dipengaruhi oleh faktor-faktor kependudukan khususnya kekayaan alam yang dapat diperbaharui.  Kekayaan alam mempunyai manfaat nyata jika telah diolah oleh penduduk yang memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) Hubungan Antar gatra Dalam Pancagatra; Setiap gatra dalam Pancagatra memberikan kontribusi tertentu pada gatra-gatra lain dan sebaliknya setiap gatra menerima kontribusi dari gatra-gatra lain secara terintegrasi.
(i)           Antara Gatra Ideologi dengan Gatra Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, Pertahanan dan Keamanan, dalam arti ideologi sebagai falsafah bangsa dan landasan idiil negara merupakan nilai penentu bagi kehidupan nasional yang meliputi seluruh gatra dalam Pancagatra dalam memelihara kelangsungan hidup bangsa dan pencapaian tujuan nasional.
(ii)        Antara Gatra Politik dengan Gatra Ideologi, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan; Berarti kehidupan politik yang mantap dan dinamis menjalankan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk pengembnagan ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.  Kehidupan politik bangsa dipengaruhi oleh bermacam hal yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.  Ia dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan dan kesadaran politik, tingkat kemakmuran ekonomi, ketaatan beragama, keakraban sosial dan rasa keamanannya.
(iii)            Antara Gatra Ekonomi dengan Gatra Ideologi, Politik, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan; Berarti kehidupan ekonomi yang tumbuh mantap dan merata, akan menyakinkan kebenaran ideologi yang dianut, mendinamisir kehidupan politik dan perkembangan sosial budaya serta mendukung pengembangan Pertahanan dan Keamanan.  Keadaan ekonomi yang stabil, maju dan merata menunjang stabilitas dan peningkatan ketahanan aspek lain.
(iv)            Antara Gatra Sosial Budaya dengan Gatra Ideologi, Politik, Ekonomi, Pertahanan dan Keamanan; Dalam arti kehidupan sosial budaya yang serasi, stabil, dinamis, berbudaya dan berkepribadian, akan menyakinkan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk kehidupan politik yang berbudaya, kehidupan ekonomi yang tetap mementingkan kebersamaan serta kehidupan pertahanan dan keamanan yang menghormati hak-hak individu.  Keadaan sosial yang terintegrasi secara serasi, stabil, dinamis, berbudaya dan berkepribadian hanya dapat berkembang di dalam suasana aman dan damai.  Kebesaran dan keseluruhan nilai sosila budaya bangsa mencerminkan tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional baik fisik materiik maupun mental spritual.  Keadaan sosial yang timpang dengan kontradiksi di berbagai bidang kehidupan memungkinkan timbulnya ketegangan sosial yang dapat berkembang menjadi gejolak sosial.
(v)               Antara Gatra Pertahanan dan Keamanan dengan Gatra Ideologi, Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya; Dalam arti kondisi kehidupan pertahanan dan keamanan yang stabil dan dinamis akan meyakinkan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk pengembangan kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.  Keadaan pertahanan dan keamanan yang stabil, dinamis, maju dan berkembnag di seluruh aspek kehidupan akan memperkokoh dan menunjang kehidupan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya.  
Astagatra Dalam Pendekatan Kesejahteraan dan Keamanan, Peranan tiap-tiap gatra untuk kesejahteraan dan keamanan tergantung dari sifat masing-masing gatra, yakni: (1) Gatra Alamiah mempunyai peranan sama besar baik untuk kesejahteraan maupun untuk keamanan. (2) Gatra Ideologi, Politik dan Sosial Budaya mempunyai peranan sama besar untuk kesejahteraan dan keamanan. (3) Gatra Ekonomi relatif mempunyai peranan lebih besar untuk kesejahteraan dari pada peranan untuk keamanan. (4) Gatra Pertahanan dan Keamanan relatif mempunyai peranan lebih besar untuk keamanan dari pada peranan untuk kesejahteraan.                       

PENUTUP
Sebagai penutup dari tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa: ”Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia merupakan landasan konseptual strategis bagi suatu bangsanya dapat dicapai melalui peningkatan pemahaman pentingnya memperkokoh nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa”. Kondisi ini dapat diwujudkan dengan berbagai tindakan nyata bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia dengan cara:
  1. Pemulihan dan peningkatan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai dasar semangat perasatuan dan kesatuan bangsa,
  2. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesias terhadap semboyan makna Bhinneka Tunggal Eka dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
  3. Mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, dalam kehidupan sehari-hari
  4. Menciptakan dinamika kehidupan yang harmonis dengan model pemetaan sistem kehidupan nasional bangsa Indonesia melalui pemahaman dan pengelolaan gatra alamiah dan gatra sosial untuk memperkokoh ketahanan nasional Indonesia.
Sekalipun materi dari tulisan ini sangat sederhana, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan diskusi bagi pembaca pada umumnya dan bahan pertimbangan para politisi khususnya dalam perumusan kebijakan strategis pemulihan kesadaran bangsa dalam menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Amin


[1] Guru Besar Tetap FKIP Universitas Muhammadiyah Metro dalam Bidang Ilmu Manajemen Pendidikan, Alumni KRA XXXVIII Lemhannas RI Tahun 2005. Dewan Pakar Pusat Pengkajian Strategi Nasional (PPSN) Jakarta. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro Lampung. 

Berbagai Peran Guru dalam Pembelajaran

Berbagai Peran Guru dalam Pembelajaran


Pendahuluan
Materi ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan: (1) peran guru dalam memahami siswa sebagai dasar pembelajaran, (2) peran guru dalam pemngembangan rancangan pembelajaran, (3) peran guru dalam pelaksanaan dan manajemen kelas, (4) peran guru dalam evaluasi pembelajaran.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, secara umum anda diharapkan mampu menjelaskan peran guru sebagai pengajar, secara khusus anda diharapkan mampu menjelaskan :
1.      pentingnya pemahaman terhadap karakteristik siswa dalam pembelajaran
2.      peran guru dalam merancang pembelajaran; peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran; peran guru sebagai evaluator pembelajaran.

Kajian dalam pokok bahasan ini akan memberikan wawasan mendasar bagi anda dalam hal memakai dan menempatkan peserta didik atau siswa sebagai subjek belajar. Kemampuan ini perlu dimiliki para guru atau calon guru karena pembelajaran bukan semata-mata terjadinya proses transformasi informasi pengetahuan dan/atau keterampilan, tetapi suatu proses yang harus melibatkan secara aktif para siswa dalam mengembangkan perilaku yang diharapkan. Proses pembelajaran adalah proses yang konstitusional, artinya harus berbasis kepada kondisi objektif dan  perkembangan siswa baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sejalan dengan tujuan instruksional yang dirumuskan, kegiatan belajar dalam pokok bahasan ini diorganisasikan sebagai berikut :
Kegiatan Belajar 1      :  Peran guru dalam memahami siswa sebagai dasar pembelajaran;
Kegiatan Belajar 2      :  Peran guru dalam pengembangan rancangan pembelajaran;
Kegiatan Belajar 3      :  Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran dan manajemen kelas;
Kegiatan Belajar 4      :  Peran guru dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran;
Untuk memahami materi dalam pokok bahasan ini awalilah kegiatan anda dengan melihat isi pokok bahasan secara menyeluruh. Setelah itu fokuskan perhatian anda kepada salah satu topik atau kegiatan belajar. Baca dan pahami dulu rangkuman, kemudian baca dan pahami uraian/konsep yang disajikan, kerjakan dan diskusikan latihan yang diberikan, kemudian kerjakan tes formatif yang ada pada akhir setiap kegiatan belajar.

Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran

A.    Definisi dan Makna Perkembangan
Perkembangan sering dibedakan dari pertumbuhan. Pertumbuhan biasanya lebih merujuk kepada perubahan aspek fisik (biologis) seperti, perubahan kelenjar, tinggi dan berat badan, dan kekuatan otot. Perkembangan merujuk kepada perubaban yang sistematis yang terjadi sepanjang siklus kehidupan manusia. Kata sistematis dalam pengertian perkembangan mengandung implikasi bahwa perubahan yang bersifat perkembangan adalah perubahan yang beraturan atau terpola mengikuti tahap atau Sekuensi tertentu. Perkembangan adalah proses yang kompleks karena perkembangan merupakan hasil dari berbagai proses biologis, kognitif, sosial, moral.
Dalam pandangan lama, para ahli membagi konsentrasi studi tentang perkembangan anak ke dalam : (1) pertumbuhan dan perkembangan fisik yang mencakup perubahan badaniah dan keterampilan motorik, (2) perkembangan aspek kognitif yang mencakup persepsi, bahasa, belajar dan berpikir; (3) perkembangan psikososial yang mencakup perkembangan emosi, kepribadian, dan hubungan antar pribadi.
Dalam pandangan mutakhir pembagian konsentrasi itu tidak tepat dan artifisial (dibuat-buat) karena bagaimanapun juga perkembangan dalam aspek yang satu akan mempengaruhi aspek lainnya. Pandangan mutakhir ini disebut pandangan holistis yang melihat manusia sebagai makhluk biologis, kognitif sosial, dan makhluk Tuhan di mana perubahan dalam satu aspek akan bergantung kepada dan mempengaruhi perubahan/perkembangan aspek lain. Perspektif holistis merupakan keterpaduan pandangan tentang proses perkembangan yang menekankan pentingnya interaksi antara perkembangan fisik, mental, sosial, emosi, dan moral.
Di dalam perkembangan terjadi proses biologis, kognitif, sosial. proses biologis melibatkan perubahan fisik individu. Gen yang diturunkan dari orang tua, perkembangan otak (brain), pertambahan tinggi dan berat, keterampilan motorik, dan perubahan hormon pada masa puber merupakan wujud dan proses biologis dalam perkembangan. Proses kognitif mencakup perubahan berpikir, kecerdasan, dan bahasa anak. Kemampuan anak untuk mengamati objek warna-warni yang berayun di atas tempat tidurya menempatkan dua kata dalam kalimat, mengingat puisi, memecahkan masalah matematika, merupakan. refleksi, dari proses kognitif dalam perkembangan anak. Proses sosial mencakup perubahan hubungan anak dengan orang lain, emosi, dan kepribadian. Senyuman bayi pada saat merespons sentuhan ibu, serangan agresif anak laki-laki terhadap kawan bermain, perkembangan sikap asertif pada anak perempuan merupakan refleksi dan proses sosial dalam perkembangan anak.
Perkembangan dapat dilihat tidak hanya sebagai hasil interaksi proses biologis, kognitif, dan sosial melainkan juga sebagai hasil interaksi kematangan dan pengalaman. Kematangan merujuk kepada perubahan yang terjadi sebagai hasil pertumbuhan fisik atau perubahan biologis daripada sebagai hasil pengalaman. Kemampuan untuk belajar berjalan, berbicara dan buang air merupakan perkembangan karena hasil kematangan. Perilaku yang dihasilkan karena kematangan disebut perilaku pilogenetik.
Lambat laun dan pada akhirnya perkembangan diperoleh sebagai hasil pengalaman yang akan membentuk pola perubahan yang relatif permanen baik dalam cara berpikir, perasaan maupun pola-pola perilaku pada umumnya. Perilaku yang diperoleh karena pengalaman ini disebut perilaku otogenetik. Dalam proses pengalaman ini terjadi proses belajar.
Perkembangan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor kematangan yang memandang faktor biologis dan genetik sebagai faktor bawaan (nature) dan juga tidak semata-mata faktor pengalaman yang melihat faktor lingkungan itu paling penting (nurture). Baik kematangan maupun pengalaman turut menentukan perkembangan, perkembangan merupakan interaksi antara faktor nature dan nurture daripada sebagai hasil salah satu faktor. Kombinasi faktor kematangan dan pengalaman akan menghasilkan kesepakatan belajar (resdiness to learn).



B.     Aspek-Aspek Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1.      Perkembangan Motorik dan Persepsi
Pertumbuhan fisik paling pesat terjadi pada masa prasekolah yang terutama tampak dalam perubahan ukuran, tinggi, berat, dan gerak-gerak motorik kasar. Sedangkan gerak/keterampilan motorik halus tumbuh pesat pada usia sekolah dasar. Selama sekolah dasar, tinggi dan berat badan terus bertambah, kelenjar lemak lebih cepat tumbuh daripada kelenjar otot dan ini bcrlangsung terus pada masa adolesen. Anak wanita cenderung memiliki berat badan lebih daripada pria. Dalam kaitan perkembangan tubuh ini ada anak yang dapat digolongkan ke dalam endomorfik (gemuk karena kelenjar lemaknya kuat), mesomorfik (atletis karena kelenjar ototnya kuat), dan ektomorfik (kurus).
Pada masa sekolah dasar perkembangan motorik anak menjadi lebih terkoordinasi dari pada masa ini anak menjadi lebih siap mempelajari berbagai keterampilan olahraga dan keterampilan lainnya. Dalam keterampilan motorik kasar anak laki-laki biasanya lebih unggul daripada anak wanita, sebaliknya dalam keterampilan motorik halus anak wanita biasanya lebih unggul dan laki-laki.
Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik harus merupakan kepedulian guru. Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik akan amat erat kaitanya dengan perkembangan intelektual atau kognitif. Reaksi-reaksi fisik sering kali menunjukkan dinamika intelektual peserta didik. Tetapi di pihak lain sering kali peserta didik tidak peduli terbadap perkembangan fisik dan kesehatan dirinya. Di sekolah dasar sering ditemukan kelainan perkembangan fisik, seperti gangguan bicara, gangguan penglihatan, pendengaran, pertumbuhan badan yang kurang proporsional, dan kelambanan dalam reaksi fisik.

2.      Implikasi bagi Proses Pembelajaran
Ada beberapa implikasi dan perkembangan motorik dan persepsi anak terhadap proses pembelajaran.
a.       Perkembangan motorik, terutama pada tahap awal, terkait erat dengan perkembangan pengenalan anak terhadap dunianya. Implikasi bagi pembelajaran ialah bahwa bahan ajar dan proses pernbelajaran di sekolah dasar harus terpadu dengan seluruh aspek perkembangan anak.
b.       Faktor pertumbuhan otak di mana kedua belahan otak (kiri dan kanan) perlu dikembangkan dalam proses pendidikan. Proses belajar di sekolah dasar tidak hanya terfokus pada pengembangan kemampuan memori, logis, dan berpikir detail, tetapi juga menyangkut pengembangan ekspresi dan berpikir kreatif.
c.       Faktor kemampuan konsentrasi dan daya selektivitas anak terhadap objek pengamatan membawa implikasi kepada perancangan dan pengorganisasian bahan belajar, dan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

C.    Perkembangan Kognitif dan Kesiapan Belajar
Kata kunci kognitif adalah skema. Skema merujuk kepada berbagai hal : kebiasaan respons, konsep, dan pemrosesan informasi secara aktif. Skema dapat dikiasifikasikan ke dalam : skema sensomotorik merujuk kepada keterampilan skema kognitif merujuk kepada konsep, imajinasi, dan bicara, dan skema verbal merujuk kepada pemaknaan kata dan kecakapan berkornunikasi.
Perkembangan kognitif adalah perubahan struktur skema. Jadi, skema itu pada dasarnya adalah kemampuan atau kecakapan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Jikaka struktur skema itu cukup untuk merespons lingkungan maka individu berada dan mencapai apa yang disebut dengan kondisi ekuilibrium (seimbang, antara kecakapan dengan tuntutan lingkungan). Namun, jika struktur skema tidak seimbang dengan tuntutan lingkungan, individu akan berada dalam kondisi disekuilibrium (tidak seimbang). Kondisi tak seimbang ini akan mendorong individu untuk mencari informasi sampai terjadi adaptasi. Kondisi tak seimbang ini merupakan kekuatan internal manusia yang mendorong dirinya untuk mencari stabilitas, dan kebermaknaan pengalaman.
Piaget mendeskripsikan perkembangan kognitif ke dalam empat periode perkembangan.



1.      Periode Sensomotorik (0-1½ tahun)
Sampai kira-kira usia delapan belas bulan, perkembangan skema lebih terpusat kepada sensomotorik. Bayi mengembangkan dan mengkoordinasikan sejumlah besar agar keterampilan perilaku, namun perkembangan skema verbal dan kognitif masih sangat miskin dan tidak terkoordinasikan. Pembentukan konsep pada periode ini terbatas kepada objek permanen, yaitu objek yang tampak dalam batas pengamatan anak. Perilaku reflektif secara berangsur-angsur bergerak ke arah kegiatan yang bertujuan.

2.      Periode Operasi Awal (1½-7 tahun)
Dan usia delapan belas bulan hingga kira-kira tujuh tahun, anak menginternalisasi skema sensomotorik ke dalam bentuk skema kognitif (imajinasi dan pikiran). Seorang anak yang dihadapkan kepada teka-teki, gambar atau penyusunan balok, akan memulai kegiatan dengan mengingat kembali pengalaman sebelumnya dalam situasi yang sama.
Karena dalam periode ini sudah terjadi perkembangan imajinasi dan kecakapan mengingat, maka belajar menjadi sesuatu yang bersifat akumulatif dan  tidak bergantung kepada kehadiran objek dan pengalaman konkret. Kondisi ini membuat anak lebih berpikir sisternatis karena dia mengaitkan faktor-faktor yang ada pada situasi saat ini dengan skema sebelumnya yang ada dalam ingatannya.
Seorang anak pada periode ini, akan mengatakan bahwa tabung yang lebih tinggi akan berisi air lebih banyak daripada tabung yang pendek, walaupun volumenya sama. Cara berpikir ini terjadi pada anak karena permukaan air pada tabung pertama tampak lebih tinggi daripada tabung kedua. Kemampuan anak dalam membedakan objek sangat bergantung kepada ciri-ciri fisik permanen yang teramati.

3.      Periode Operasi Konkret (7-12 tahun)
Perkembangan skema pada periode ini lebih berupa skema kognitif, terutama yang berkaitan dengan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah. Struktur skema yang berkembang pada periode ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Good dan Brophy, 1990).
a.       Keterampilan klasifikasi, yaitu kemampuan mengklasifikasikan objek tanpa bergantung kepada kehadiran objek. Klasifikasi didasarkan atas kesamaan fungsi, misalnya kursi dan meja digolongkan ke dalam kelompok furnitur, sedangkan mobil dan kereta api digolongkan ke dalam alat transportasi.
b.      Konsep Konservasi, yaitu kemampuan untuk berpikir bahwa keadaan sesuatu itu tidak berubah. Anak pada periode perkembangan ini dapat memahami panjang tali tidak berubah jika tali itu dibuat melingkar. Jumlah benda itu tidak berubah jika diletakkan berdekatan ataupun berjauhan. Volume suatu zat cair tidak berubah jika dipindahkan dan tabung yang satu ke tabung yang lain.
c.       Kemampuan mengurutkan, yaitu kemampuan menempatkan objek dalam urutan dan terkecil ke terbesar, dari terpendek ke terpanjang dan sejenisnya.
d.      Kemampuan negation, yaitu kemampuan untuk mengenal bahwa suatu tindakan itu dapat dikembalikan kepada keadaan asal. Anak yang berada pada periode operasi awal akan berpikir bahwa volume air dalam dua tabung sama ketika keduanya diisi seimbang. Tetapi dia jadi bingung ketika air dalam tabung yang satu didistribusikan ke dalam beberapa gelas. Dia berpikir bahwa volume air yang berasal dari kedua tabung itu tidak sama. Tapi anak yang berada pada periode operasi konkret akan berpikir bahwa jika air dikembalikan ke tempat semula akan diperoleh volume air yang sama dengan keadaan asal.
e.       Identitas, yaitu kemampuan mengenal bahwa objek yang bersifat fisik akan mengambil volume atau jumlah tertentu.
f.       Kompensasi, yaitu kemampuan mengenal bahwa perubahan pada suatu dimensi akan dikompensasi oleh perubahan pada dimensi lain. Anak periode operasional akan berpikir bahwa ember itu akan memuat air lebih banyak daripada satu gelas, tetapi air di ember itu akan ada beberapa gelas.

Periode operasi konkret tidak hanya memungkinkan anak memecahkan masalah khusus, tetapi juga belajar untuk mempelajari keterampilan dan kecakapan berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengalamannya. Konsekuensinya, periode operasi konkret ini merupakan komponen penting dan kesiapan sekolah.

4.      Periode Operasi Formal (12 tahun ke atas)
Ciri utama periode operasi formal ialah perkembangan kecakapan berpikir simbolis dan pemahaman isi secara bermakna tanpa bergantung kepada keberadaan objek fisik, atau bahkan kepada imajinasi masa lain akan objek sejenis. Anak yang berada pada periode operasi formal mampu berpikir logis dan matematis, abstrak, dan bahkan mampu memahami hal-hal yang secara teoritis mungkin terjadi tetapi belum pernah terjadi dalam kenyataan.
Dan segi usia, peserta didik sekolah berada pada rentang usia 6,0-12,0 tahun. Walaupun usia ini tidak biasa dijadikan patokan untuk menentukan tahap perkembangan kognitif, seseorang, tetapi dalam keadaan normal dilihat dari perkembangan kognitif, perkembangan kemampuan kognitif peserta didik sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret menuju tahap kemampuan formal. Bahkan mungkin untuk kelas-kelas rendah masih ada yang pada tahap praoperasional.
Mengingat tahap perkembangan kognitif seperti itu, pada peserta didik masih mungkin terjadi pola berpikir yang belum konsisten dan tidak terorganisasikan; masih belum logis dan kadang-kadang misterius. Pada kelas-kelas tinggi di mana perkembangan kognitif sudah berada pada tahap rasional konkret, cara berpikir anak sudah mulai stabil dan logis. Menurut Piaget kestabilan berpikir ini terjadi karena pada tahap ini anak sudah mampu melihat hubungan antara hasil berpikir lainnya. Kemampuan mengorganisasikan hasil berpikir seperti ini memungkinkan anak berperilaku secara konsisten dan logis serta mengaplikasikan gagasan-gagasannya.

5.      Kesiapan Belajar dan Implikasi bagi Pembelajaran
Periode perkembangan kognitif yang diuraikan tadi, secara tersirat menggambarkan bahwa kesiapan belajar anak akan terjadi sesuai dengan pencapaian tingkat perkembangannya. Jika periode operasi konkret merupakan unsur penting dalam kesiapan sekolah, maka seorang anak akan menunjukkan kesiapan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah pada saat mencapai periode itu.
Implikasi dari prinsip tersebut, guru hendaknya mengajarkan suatu keterampilan kepada anak sampai anak ini memperoleh kesiapan mempelajari sesuatu dengan relatif lebih mudah. Jika anak kurang memiliki pengetahuan prasyarat untuk mempelajari suatu keterampilan, atau dia tidak berminat maka kita tidak dapat mengajarkan keterampilan itu hingga pengetahuan dan minat itu berkembang.
Teori Piaget (Thomas L. Good dan Jere E. Brophy, 1990: 51-52) mengangkat konsep kesiapan dalam arti kognitif. Pigget memandang bahwa pikiran anak merupakan suatu struktur yang secara terus-menerus berkembang ke arah tingkat organisasi dan integrasi yang lebih tinggi. Konsep kesiapan ini menjadi luas, tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi tiga mencakup aspek kognitif dan minat.
Jika kesiapan tidak tampak, pada diri anak dapat ditumbuhkan kondisi disekuilibrium (dan dengan demikian akan memotivasi anak untuk belajar). Bahan ajar yang terlampau mudah akan menimbulkan kebosanan, yang terlampau sulit akan menimbulkan frustasi, dan yang tidak diminati tidak akan dieksplorasi dengan aktif.
Kesiapan belajar atau kognitif anak dapat diciptakan atau dikembangkan dengan jalan menghadapkan anak kepada tugas-tugas satu tingkat paling dekat dengan tahap perkembangan pada saat ini.

D.    Perkembangan Pribadi dan Sosial
Perkembangan pribadi mencakup perkembangan konsep diri, emosi, independensi dan tanggung jawab. Dalam aspek konsep diri, siswa mungkin masih cenderung berorientasi pada diri sendiri. Keinginan untuk menonjolkan diri masih cukup tinggi, belum mampu melibat diri secara objeltif dan menyadari akan perbedaan diri dengan orang lain mungkin masih rnerupakan ciri-ciri yang cukup kuat pada anak. Namun sejalan dengan tingkat perkembangannya, pada kelas-kelas tinggi konsep diri anak sekolah dasar diharapkan telah berorientasi kontekstual, yakni menunjukkan kesadaran akan hubungan diri dengan lingkungan dan bahwa lingkungan atau orang lain itu berbeda dengan dirinya.
Dalam aspek perkembangan emosi, anak sekolah dasar cenderung belum stabil. Kecenderungan untuk tidak toleran terhadap orang lain, agresif secara fisik, rendahnya kesadaran akan kesalahan diri, dan perilaku egoistis masih akan tampak pada anak sekolah dasar. Karakteristik perkembangan ini akan berubah menuju perilaku memahami orang lain, bersikap kooperatif, toleran, dan sadar akan kesalahan diri. Dengan kata lain akan ada pergeseran dan orientasi egoistis kepada orientasi altruistis (peduli akan kepentingan orang lain).
Erat kaitannya dengan konsep diri dan emosi ialah perkembangan tanggung jawab. Keraguan berbuat atas inisiatif sendiri atau mengambil keputusan tanpa menyadari resiko mungkin masih rnerupakan ciri dari perkembangan anak sekolah dasar. Kesadaran akan tanggung jawab pada anak sekolah dasar tampak antara lain pada hasrat untuk menentukan kegiatan sendiri, mcngambil inisiatif kesediaan bekerja sama, keberanian mengambil resiko, dan sikap tidak bergantung kepada guru.
Dampak aspek sosial, perkembangan anak sekolah dasar bisa dilihat dari hubungan sosial, karakteristik kelompok, dan perkembangan etika, Hubungan sosial anak sekolah dasar ditandai oleh adanya kecenderungan untuk mulai senang berada bersama orang lain, di dalam kelompok tidak lagi bersikap mendominasi orang lain, terbuka terhadap informasi, dan mulai tampak adanya kesadaran jenis (gender indentity) yang diikuti oleh adanya hasrat untuk menunjukkan peran jenis.
Berkaitan dengan hubungan sosial itu, karakteristik kehidupan kelompok peserta didik akan bercirikan mulai dari sikap yang tidak toleran dan individualistis sampai kepada keterikatan diri pada kesepakatan kelompok dalam berperilaku. Orientasi pemuasan diri sendiri dalam kehidupan berkelompok dan sikap berlawanan antar kelompok jenis bisa jadi masih merupakan ciri yang kuat pada perkembangan sosial anak sekolah dasar.
Dalam perkembangan etika, anak sekolab dasar mungkin masih berorientasi eksternal atau heteronom. Kekuatan moral dan aturan di luar dirinya diterima sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan untuk menghindari hukuman atau memperoleh ganjaran. Namun demikian sesuai dengan kehidupan kelompoknya, perkembangan etika anak sekolah dasar sudah pula ditandai dengan kemampuan mematuhi aturan dan kesepakatan kelompok.

E.     Pendekatan Perkembangan dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar
Dewasa ini orientasi pendidikan di sekolah dasar lebih berat kepada Orientasi isi, artinya ditekankan kepada penguasaan isi ilmu pengetahuan, dan yang menjadi materi pembelajaran adalah isi mata pelajaran itu. Jika ditilik dari hakikat perkembangan siswa sekolah dasar, yang bersifat holistis dan masih menyatu dengan dunianya, maka isi mata pelajaran di sekolah dasar sebenarnya adalah sesuatu yang terpadu dengan kehidupan anak. Ini mengandung arti bahwa materi pembelajaran di sekolah dasar terletak pada subjek didik itu sendiri, bukan pada isi mata pelajaran.
Proses pembelajaran di sekolah dasar harus bersifat terpadu dengan perkembangan anak baik perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral, maupun emosional. Dengan kata lain pengembangan bahan ajar dan proses pembelajaran di sekolah dasar harus bertolak dari prinsip ketercernaan bagi peserta didik. Pendekatan Developmentally Appropriate Practice (DAP) merupakan altennatif pembelajaran di sekolah dasar, yang menekankan prinsip ketercernaan, yang secara sistematis tugas ajar dan bahan ajar dirancang dan dilaksanakan sejalan dengan karakteristik perkembangan siswa terutama di kelas-kelas awal.

1.      Hakikat Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan di dalam pembelajaran menekankan kepada kepadanan kurikulum dan proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Pendekatan ini memandang :
a.       anak sebagai subjek yang memiliki kecakapan mental yang berkembang terus,
b.      belajar sebagai proses kreatif,
c.       pengetahuan sebagai hasil belajar adalah suatu konstruksi yang terbentuk atas kotribusi bersama antara subjek dan objek; dan
d.      mengajar adalah menciptakan lingkungan belajar yang padan dengan perkembangan anak.
Konep pendekatan perkembangan mengandung dua dimensi yaitu umur dan individual.
Dimensi umur. Penelitian perkembangan manusia menunjukkan bahwa ada sekuensi dan perubahan yang universal dan dapat diramalkan yang terjadi pada usia anak, terutama usia 9 tahun pertama. Perubahan tersebut menyangkut aspek fisik, kognitif, sosial dan emosional. Keunikan perkembangan dalam rentang usia tersebut perlu diakomodasikan ke dalam suatu kerangka program sebagai titik tolak bagi guru mempersiapkan lingkungan belajar dan pengalaman yang padan bagi perkembangan siswa.
Dimensi individual. Anak adalah pribadi yang unik baik dan aspek pola dan waktu perkembangan kepribadian gaya belajar, maupun latar belakang keluarga. Kurikulum dan interaksi orang dewasa dengan anak harus responsif terhadap keragaman individual. Belajar pada anak merupakan hasil interaksi antara pikiran dan pengalaman anak dengan bahan, gagasan, dan manusia lain. Pengalaman ini mesti padan dengan perkembangan minat, dan pemahaman anak. Pengetahuan tentang perkembangan anak diperlukan oleh guru untuk mengidentifikasi rentang perilaku, kegiatan, dan bahan ajar yang padan bagi kelompok usia tertentu.

2.      Perkembangan dan Belajar Anak Usia Sekolah Dasar
a.       Keterpaduan perkembangan dan belajar
Adalah hal penting untuk memahami perkembangan anak usia sekolah dasar sebagai landasan bagi pengembangan proses pembelajaran yang padan dengan perkembangan anak. Satu premis yang paling penting tentang perkembangan manusia ialah bahwa semua aspek perkembangan, fisik, emosional, sosial, dan kognitif, bersifat terpadu. Perkembangan dalam aspek yang satu akan mempengaruhi dan dipengaruhi aspek lain. Hal ini menjadi amat penting untuk disadari manakala pendidikan di sekolah menjadi lebih menekankan pengembangan kognitif dan kurang mempedulikan aspek lainnya. Kegagalan anak dalam belajar bisa jadi karena kegagalan guru dalam mempedulikan semua aspek perkembangan anak. Sebagai contoh, mana kala keterampilan sosial anak kurang dan dia ditolak oleh teman sebayanya, maka kecakapan dia untuk bekerja sama akan terhambat. Prinsip yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa guru harus selalu peduli dan memahami anak sebagai keseluruhan.
Belajar anak, seperti halnya juga pcrkembangan, berlangsung terpadu terutama pada kelas-kelas awal. Sama hal yang paling penting bagi guru sekolah dasar ialah bahwa dia harus menguasai seluruh kurikulum sebagai suatu kesatuan dan keutuhan. Proses belajar anak usia sekolah dasar tidak menghendaki pembedaan menurut mata pelajaran. Dia belajar membaca dan menulis ketika dia mempelajari IPS, dia belajar konsep matematika melalui musik dan pendidikan jasmani. Prinsip yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa kurikulum dan proses pembelajaran di sekolah dasar harus bersifat terpadu.

b.      Perkembangan fisik
Pada usia sekolah dasar, perkembangan fisik anak cenderung lambat jika dibanding dengan pertumbuhan yang luar biasa pada lima tahun pertama. Kemampuan anak mengendalikan badan dan kemampuan duduk serta berada pada periode waktu yang lebih lama merupkan ciri perkembangan fisik anak usia sekolah dasar. Kegiatan fisik bagi anak usia sekolah dasar adalah hal yang esensial yang dapat memperhalus perkembangan keterampilan dan harga dirinya.
Kegiatan fisik juga merupakan hal yang amat penting bagi perkembangan kognifif anak. Ketika kepada anak dihadapkan konsep abstrak, akan perlu melakukan aktivitas fisik untuk membantu mereka menghayati konsep-konsep yang belum dikenalnya itu. Lain halnya dengan orang dewasa, pengenalan konsep pada anak usia sekolah hampir seluruhnya bergantung kepada pengalaman pertama yang diperolehnya. Oleh karena itu prinsip yang relevan dan penting bagi pembelajaran ialah bahwa usia sekolah dasar harus dihadapkan kepada kegiatan aktif daripada kepada kegiatan pasif

c.       Perkembangan kognitif
Pola belajar anak usia sekolah dasar dipengaruhi kuat oleh pergeseran gradual dan tahap berpikir operasional awal ke operasional konkret. Pada usia ini anak mulai memiliki kecakapan berpikir tentang masalah dan pemecahannya kerap pada usia ini mereka mampu memanipulasi objek secara simbolis. Kondisi ini merupakan prestasi utama pada anak yang akan berkembang terus kearah kecakapan pemecahan masalah. Walaupun secara simbolis atau mental mereka mampu memanipulasi objek, namun mereka masih memerlukan bantuan objek nyata untuk berpikir. Prinsip praktis bagi anak usia sekolah dasar ialah bahwa kurikulum atau proses pembelajaran harus menyajikan bahan ajaran yang padan dengan perkembangan anak yang memungkinkan mereka melakukan eksplorasi, berpikir, dan memperoleh kesempatan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak lain dan orang dewasa. Ini berarti bahwa kurikulum dan proses pembelajaran harus relevan, dan bermakna bagi anak.
Banyak kecakapan yang berkembang pada usia sekolah dasar, salah satu di antaranya ialah kecakapan melihat dan memahami pandangan orang lain yang akan memperhias keterampilan komunikasi anak. Anak usia sekolah dasar dapat melakukan pembicaraan interaktif dan menggunakan kekuatan komunikasi verbal baik dengan orang dewasa maupun teman sebaya. Prinsip praktis yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa anak usia sekolah dasar harus diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil dan guru menciptakan kemudahan diskusi di antara anak dengan jalan memberikan komentar dan dukungan atas pendapat dan gagasan anak.

d.      Perkembangan sosial-emosional dan moral
Anak usia sekolah dasar mulai menaruh minat dan perhatian yang kuat terhadap kehidupan kelompok. Pada usia ini mulai berkembang hubungan sosial yang positif dan produktif dan hubungan kerja yang menumbuhkan kesadaran kompetensi sosial. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang gagal mengembangkan kompetensi sosial dan ditolak oleh teman-temannya menjadi anak yang berisiko tinggi untuk putus sekolah, menjadi nakal, dan mengalami masalah kesehatan mental. Prinsip praktis yang relevan ialah bahwa guru mengetahui pentingnya pengembanan hubungan kelompok yang positif dan mengembangkan kesempatan dan dukungan bagi kerja sama kelompok yang tidak sekedar mengembangkan ranah kognitif, tetapi juga meningkatkan interaksi sebaya. Sebagai konsekuensi logis, guru sebaiknya membantu anak mempelajari perilaku yang layak daripada menghukum atau mengkritiknya.

3.      Perkembangan Individual dalam Pendekatan Perkembangan
Sisi penting dan pendekatan perkembangan ialah pengetahuan tentang hal apa yang secara individual padan bagi anak tertentu di dalam kelas. Sekalipun ada sekuensi dan prinsip umum dan perkembangan manusia, namun prinsip utama dan pendekatan perkembangan ialah, baliwa anak itu unik, memiliki pola dan irama perkembangan, kepribadian gaya belajar, dan latar belakang keluarga tersendiri. Ketika anak masuk sekolah gambaran diri yang berasal dan keluarga terbawa ke dalam kehidupan sekolah. Di sinilah peran orang tua sebagai partner guru menjadi penting.
Proses pembelajaran yang berorientasi pendekatan perkembangan bersifat fleksibel dalam hal kapan dan bagaimana anak memperoleh kompetensi tertentu. Mengenali keragaman individual mengisyaratkan perlunya variasi metode pembelajaran. Prinsip praktis yang relevan ialah bahwa anak usia sekolah dasar dan keragaman latar belakangnya, memperluas keragaman metode pengajaran dan bahan ajar.
Fleksibilitas pendekatan perkembangan terletak pula dalam bagaimana pengelompokan siswa dilakukan. Prinsip ini memungkinkan terjadinya penggabungan tingkat ke dalam kelas yang sama (multigrade/level) yang dalam keseharian di sekolah kita sering terjadi di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.

4.      Panduan bagi Implementasi Pendekatan Perkembangan
a.       Pengembangan bahan ajar
Bahan ajar yang berorientasi pendekatan perkembangan dirancang padan dengan rentang usia di dalam kelompok dan diimplementasikan dengan memperhatikan keragaman kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan individual anak.
Bahan ajar yang berorientasi pendekatan perkembangan dirancang untuk mengembangkan seluruh ranah perkembangan anak: fisik, sosial, emosi dan kognitif melalui pendekatan terpadu. Murid belajar tidak dalam mata pelajaran yang sempit melainkan dalam keterpaduan.
1)     Pengembangan bahan ajar didasarkan atas pengamatan dan catatan guru atas minat dan kemajuan perkembangan setia anak. Bahan ajar yang realistis didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan, kekuatan dan minat indivadual siswa yang dikemas ke dalam kepadanan kelompok usia
2)     Pengenibangan bahan ajar menekankan kepada belajar sebagai proses interaktif. Guru menyiapkan lingkungan bagi anak untuk belajar melalui eksplorasi dan interaksi dengan orang dewasa, orang lain, dan bahan ajar: Hasil akhir atau pemecahan yang “benar” menurut patokan. orang dewasa bukanlah patokan mutlak untuk menimbang proses belajar yang terjadi pada anak.
3)     Kegiatan belajar dan bahan ajar harus konkret, riil, dan relevan dengan kehidupan anak. Anak memiliki kebutuhan bermain yang panjang dengan objek dan peristiwa nyata sebelum dia mampu memahami makna. simbol, seperti huruf dan angka.
4)     Bahan ajar yang disiapkan harus mengakomodasikan rentang perkembangan kecakapan dan minat, bukan semata-mata berdasarkan rentang usia kronologis dalam kelompok.
5)     Bahan ajar dan kegiatan belajar dikembangkan secara bervariasi, guru meningkatkan tingkat kesulitan, kompleksitas, kebaruan, dan tantangan dan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa di dalamnya.
6)     Bahan ajar dikembangkan dengan memperhatikan konteks budaya anak.

b.      Interaksi guru-siswa
Ciri pendekatan perkembangan paling tampak dalam interaksi antara orang dewasa (di sekolah adalah guru) dan anak. interaksi dalam pendekatan perkembangan didasarkan atas pengetahuan orang dewasa dan harapan akan perilaku anak usia sekolah dasar, diimbangi dengan kesadaran orang dewasa akan keragaman di antara anak. Pola dasar intéraksi yang dimaksud akan berwujud dalam bentuk-bentuk berikut ini.
1)      Guru secara cepat dan langsung merespons kebutuhan, keinginan, dan pesan, dan menyesuaikan responsnya dengan keragaman gaya dan kecàkapan individual. Respons diberikan dalam suasana hangat dan menumbuhkan kesan akan pemahaman dewasa terhadap anak.
2)     Guru mengembangkan berbagai kesempatan bagi anak untuk berkomunikasi. Anak memperoleh keterampilan berkomunikasi melalui mendengar dan penggunaan bahasa, tumbuh dan kehendak rnenggunakan bahasa untuk mengekspresikan kebutuhan, wawasan, kebanggaan, dan pemecahan masalah, anak tidak belajar bahasa dengan cara mendengarkan ceramah guru.
3)     Guru memberikan kemudahan bagi pencapaian tugas perkembangan melalui pemberian dukungan, pemberian perhatian, sentuhan fisik, dan dorongan-dorongan verbal berupa pujian dan sanjungan.
4)     Guru memahami sumber-sumber stres yang terjadi pada siswa dan secara sadar berupaya mengembangkan kegiatan dan teknik untuk mengurangi stres tersebut. Respons anak terhadap stres bersifat individual dan sejalan dengan gaya belajamya. Pemahaman dan kepekaan guru terhadap reaksi individual siswa merupakan kunci untuk perbaikan iklim interaksi yang lebih menyenangkan bagi anak.
5)     Guru mengembangkan kemudahan bagi perkembangan harga diri anak dengan cara menghargai dan nenerima anak. Bimbingan yang berlangsung dalam pendekatan perkembangan didasar oleh sikap menghargai anak, dan dimaksudkan untuk membantu anak mengembangkan kemampuan rnengendalikan din dan mengambil keputusan untuk masa yang akan datang.

c.       Hubungan antara keluarga dan program
Agar program pembelajaran dapat mernenuhi kepadanan individual mutlak diperlukan hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga. Orang tua memiliki hak dan tanggung jawab di dalam mengambil keputuan tentang perawatan dan penididikan anaknya. Orang tua harus didorong untuk mengamati dan partisipasi dalam penyelenggaraan pembelajaran anaknya, guru bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mernelihara komunikasi dengan keluarga. Secara reguler guru dan orang tua perlu berbagi pengetahuan dan wawasan tentang anak.

d.      Evaluasi berorientasi perkembangan
Evaluasi perkembangan dan belajar anak secara individual adalah hal esensial bagi perencanaan dan implementasi program pendekatan perkembangan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya diskrirninasi dan menjamin ketepatan evaluasi. Ketepatan testing dicapai jika instrumen yang digunakan valid dan reliabel, akan tetapi instrumen semacam ini jarang dikembangkan bagi keperluan evaluasi terhadap anak usia sekolah dasar. Oleh karens itu, evaluasi melalui pengukuran objektif (menggunakan tes) bukan cara mutlak yang dapat menentukan segalanya tentang perkembangan anak. Asesmen terhadap anak usia sekolah dasar perlu juga didasarkan atas hasil pengamatan terhadap perkenbangannya yang dinyatakan dalam data deskriptif.
Keputusan yang memiliki dampak kuat terhadap anak seyogianya tidak didasarkan atas asesmen tunggal melainkan perlu mempertimbangkan informasi lain yang relevan, terutama berdasarkan pengamatan guru dan orang tua. Asesmen yang berorientasi perkembangan dan hasil belajar anak digunakan untuk memadankan bahan ajar dengan kebutuhan anak serta menilai efektivitas program.











Peran Guru Dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran

A.    Hakikat Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut peran guru untuk mengartikulasikan kurikulum/bahan ajar serta mengembangkan dan mengimplementasikan program-Program pembelajaran dalam suatu tindakan yang akurat dan adekuat. Peran ini hanya mungkin dilakukan jika guru memahami betul tujuan dan isi kurikulurm serta segala perangkatnya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang optimal.
lstiláh pembelajaran bukanlah hal yang baru dikenal bahkan mungkin kita tidak hanya mengenal istilah itu melainkan pernah melakukannya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan proses pembelajararan? Apakah pcmbelajaran itu proses menyampaikan pengetahuan kepada siswa? Proses melatih siswa sehingga dia terampil melakukan sesuatu? Atau proses membantu siswa belajar?

1.      Pembelajaran sebagai Inkuiri Refleks
Cara kita memandang  esensi pembelajaran akan bergantung kepada bagaimana kita memandang pendidikan. Apakah kita memandang pendidikan sebagai suatu hasil atau sebagai proses. Dengan kata lain apakah kita memandang pendidikan sebagai kualitas kata benda atau kualitas kata kerja. Cara kita membedakan kedua hal ini akan mempengaruhi cara mempelajari pendidikan dan perilaku kita sebagai guru. Jika pendidikan dipandang sebagai kata benda, berarti bahwa pendidikan itu adalah sesuatu yang telah diperoleh. Sedangkan jika dipandang sebagai kata kerja, pendidikan adalah proses inkuiri yang berkelanjutan.
Pandangan terakhir adalah pandangan yang memungkinkan. tejadinya proses pembelajaran yang lebih efektif dan mengarah kepada pengembangan profesi guru dan perkembangan siswa secara optimal. Di dalarn kajian ini, proses pembelajaran dipandang sebagai proses membantu peserta didik belajar, membantu peserta didik mengembangkan dan mengubah perilaku (pengetahuan, afektif, dan psikomotor), proses membantu peserta didik merangkai gagasan, sikap, pengetahuan, apresiasi, dan keterampilan.
Di dalam pembelajaran, guru terlibat secara mendalam di dalam berbagai kegiatan seperti menjelaskan, merumuskan, membuktikan, menyimpulkan, dan mengklasifikasi-kan. Guru tidak sekédar bertugas mentransfer pengetahuan, sikap, dan keterainpilan, mereka membantu peserta didik rncnerjemahkan semua aspek itu ke dalain perilaku-perilaku yang berguna dan bermakna.
Sebagai proses inkuiri refloktif pembelajaran mengandung makna sebagai proses sintesis dan analisis. Inkuiri di dalam pembelajaran mengandung makna mempertanyakan, menjelajahi lebih jauh, dan memperluas pemahaman lentang situasi. Sedangkan refleksi mengimplikasikan adanya dugaan, penilaian, dan pertirnbangan faktor-faktor yang signifikan terhadap pencapaian tujuan. Dengan. kata lain proses pembelajaran sebagai inkuiri refleksi sangat menekankan unsur aktivitas dan dinamika proses yang harus dipahami dan dihayati guru. Proses pembelajaran tidak sekedar menjadi wahana belajar bagi peserta didik tetapi juga wahana belajar bagi guru. Di dalain proses pembelajaran terjadi proses menjawab pertanyaan, mempertasiyakan jawaban, dan menipertanyakan pertanyaan. Jelasnya proses peinbelajaran adalah proses yang dinamis, proses yang berkembang terus, dan di dalam proses itu akan tejadi proses belajar. Dalam proses pembelajaran terkandung proses mengajar dan belajar, sebagai dua proses yang saling bergantung; mengajar hanya akan ada jika terjadi proses
Proses pembelajaran sebagai inkuiri reflektif akan menempatkan guru sebagai:
a.     individu yang sec.ara terus-menerus aktif belajar, Anda juga berperan sebagai siswa;
b.    seorang guru yang menantang siswanya untuk menjadi pelajar yang reflektif
c.     seorang profesional yang secara terus-menerus merefleksikan keefektifannya sebagai guru; serta
d.    seorang profesional yang selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya.


2.      Perkembangan sebagai Tujuan Pembelajaran
Tatkala seorang guru ditanya tentang tujuan apa yang ingin dicapai dengan pengajaran Bahasa, IPA, 1PS dan juga bidang studi atau pelajaran lain, mungkin dia menjawab bahwa dia bertujuan mengembangkan manusia terdidik, dan untuk mencapai itu dia mcngajarkan Bahasa, IPA, IPS atau bidang studi lain karena bidang Studi itu merupakan bidang esensial untuk berlangsungnya pendidikan secara mulus.
Bukan hal mustahil bahwa pembelajaran yang ekselen (unggul) dikerjakan oleh guru-guru artistik yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang tujuan tetapi mereka secara intuitif niemuliki pemahaman tentang apa proses pembelajaran yang baik, materi. sajian apa yang ;ianggap penting/betinakna, topik apa yang relevan dongan pengembangan peserta didik, bagaimana menyajikan bahan secara efektif, serta lagaimana menilai keberhasilan siswa. Akan tetapi . jika suatu program pendidikan atau pembelajaran dirancang dan diupayakan untuk dilakukan perbaikan secara berkesinambungan, bagaimanapun juga pemahaman akan konsep-konsep tujuan yang hendak dicapai adalah suatu keharusan bagi guru. Tujuan pembelajaran menjadi tolak ukur untuk memilih baban ajar. Merancang isi pembelajaran, mengembangkan prosedur pembelajaran, dan mempersiapkan tes dan ujian. Semua aspek program pembelajaran secara nyata merupakan instrumen untuk mencapai tujuan. Artinya jika mentaati program pembelajaran secara sistematis dan cermat, maka pertama-tama yang harus diyakini adalah tujuan yang hendak dicapai.
Persoalan yang muncul ialah apa yang menjadi tujuan pembelajaran itu? Salah satu hal yang dirisaukan atas praktek pendidikan adalah ketidakseimbangan pengembangan aspek intelektual dan nonintelektual. Sering kali terjadi bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pengembangan aspek intelektual sedangkan aspek nonintelektlual kurang tersentuh. Bahkan dalam aspek intekktual pun sering kali hanya menyentuh satu sisi, yaitu kemampuan berpikir logis (corvergent thinking) dan kurang mengembangkan kemampuan kreativitas siswa (divergent thinking).
Kecenderungan proses pembelajaran seperti ini akaii menimbulkan kekurang bermaknaan karena proses pembelajaran hanya merupakan proses intelektualisasi dan bukan proses peronalisasi. Kecenderungan ini juga akan mendorong tumbuhnya kompetensi intelektual yang tajam, sementara kepekaan sosial dan lingkungan menjadi pudar. Titik lemah proses pembelajaran tersebut perlu diperbaiki dengan menekankan kepada konsep perkembangan sebagai tujuan pembelajaran.
Esensi perkembangan secara khusus akan dibahas pada kegiatan belajar lain dan pokok bahasan ini. Pada umumnya diakui bahwa dalam diri manusia ada suatu instrumn penting untuk mengembangkan din yaitu akal pikiran. Hanya saja pengembangan kemotekaran (akal pikirari) melalui proses pembelajaran harus dibarengi dengan pengembangan nilai-nilai dan keterampilan hidup dan menempatkan nilai-nilai dan keterampilan hidup itu sebagai objek dan juga sekaligus sebagai landasan pengembangari akal pikiran. Hal ini diharapkan terjadi di dalam proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan pribadi peserta didik.
Dalam kaitan dengan perkembangan peserta didik, proses pembelajaran memiliki fungsi:
a.            pengembangan, yakni membantu peserta didik mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan keunikannya;
b.           peragaman, yaitu membantu peserta didik memilih arah perkembangan yang tepat sesuai dengan potensi dan peluang yang diperolehnva;
c.            integrasi, yaitu membawa keragaman perkembangan ke arah dan tujuan yang sesuai dengan eksistensi kehidupan manusia.

B.     Prosedur Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Selanjutnya kita membahas bagaimana suatu rancangan pembelajaran kelas, yang mencakup rancangan jangka pendek yang disebut dengan satuan acara pelajaran dan rancangan jangka panjang yang disebut dengan rencana unit pengajaran dikembangkan. Kegiatan dalam menyusun rancangan-rancangan ini akan mencakup :
1.      analisis kurikulum;
2.      penyiapan tujuan instruksional;
3.      kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan; dan
4.      perencanaan evaluasi.

1.      Analisis Kurikulum

Secara fisik, kurikulum dituangkan dalam suatu dokumen yang pada intinya menggambarkan cakupan bahan ajar yang harus diajarkan dalam tingkatan kelas dan kurun waktu tertentu. Kurikulum dalam bentuk dokumen semacam ini merupakan kurikulum ideal atau kurikulum yang diharapkan (ideal or expected curriculum).
Di dalam praktek seorang guru dituntut untuk mengartikulasikan kurikulum ke dalam ragam dan rentang pengalaman belajar peserta didik. Artikulasi dan implementasi kurikulum yang ideal tadi akan sangat bersifat kontekstual dan bergantung kepada kondisi objektif guru maupun peserta didik. Oleh karena itu, sangat mungkin apa yang dilaksanakan dalam praktek tidak sepenuhnya mewujudkan hal-hal ideal yang terkandung dalam kurikulum tersebut. Dengan kata lain kurikulurn yang terlaksana (implemented curriculum) tidak selalu identik dengan kurikulum ideal.
Persoalan yang muncul ialah bagaimana agar kurikulum yang terlaksana tadi tidak nnenyimpang dan kurikulum yang ideal. Dalam hal inilah seorang guru peran melakukan analisis kurikulum yang dimaksudkan untuk merumuskan rencana dan bahan ajar yang lebih bermakna sesuai dengan perkembangan peserta didik. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis kurikulun yaitu sebagai berikut :
a.       Total waktu yang Anda miliki untuk menangani topik-topik utama yang harus diajarkan.
b.      Asumsi-asumsi yang Anda gunakan tentang pengetahuan dan keterampilan awal peserta didik untuk menilai mempelajari topik-topik baru.
c.       Tujuan umum belajar yang dirumuskan untuk siswa.
Waktu serta pengetahuan dan keterampilan awal akan dibahas sendiri sedangkan tujuan akan dibahas pada bagian tujuan pembelajaran

a.       Waktu
Keseluruhan waktu yang harus Anda rancang untuk pengajaran mencakup waktu untuk mengajarkan seluruh isi pelajaran dan waktu yang diharapkan dimiliki siswa untuk mengajarkan pekerjaan di luar kelas. Anda tidak akan pernah memiliki cukup waktu untuk melakukan segalanya yang ingin Anda lakukan di dalam suatu pelajaran. Oleh karena itu, Anda harus sadar betul akan kejelasan total waktu yang perlu dimilik dan direncanakan.
Rancangan waktu dapat dirumuskan ke dalam waktu tatap muka dengan kelas, dan kegiatan luar kelas. Banyak ragam kegiatan yang bisa dirancang untuk kegiatan di luar kelas yang .pada intinya mengmbangkan tanggung jawab siswa terhadap tugas-tugas yang harus dikerjakan,  yang biasanya dinyatakan dalam bentuk pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah akan menjadi alat pembelajaran yang amat penting jika dirancang secara tepat.
Pemahaman Anda tentang keseluruhan isi pelajaran yang harus dipelajari siswa dan total waktu yang tersedia untuk pembelajaran, menghendaki perjanjian atau pemahaman:kurjkulum yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan siswa pada proses belajar sebelumnya.

b.      Pengetahuan dan keterampilan awal
Suatu kurikulum atau lingkup pelajaran dirancang dan disusun atas suatu asumsi tak tertulis tentang pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut pengetahuan siswa sebelumnya. Dalam konteks pembelajaran asumsi tak tertulis tadi perlu diklasifikasi dan dieksplisitkan sehingga menjadi titik tolak memulai pembelajaran.
Benyamin Bloom (1976) mengembangkan suatu teori yang menjelaskan mengapa unjuk kerja siswa berbeda atas tugas-tugas pembelajaran (learning tasks) yang diperhadapkan kepadanya. Teori ini mengatakan sebagai berikut.
1)      Sampai dengan 50% keragaman prestasi siswa diteutukan oleh kepemilikan keterampilan kognitif awal yang diperlukan untuk memenuhi pembelajaran. Jika suatu tugas pembelajaran melibatkan kemampuan membaca, materi bacaan apa yang tepat untuk siswa itu? Jika tugas pembelajaran itu berkaitan dengan mengajar siswa tentang perkalian dua digit, dapatkah siswa mengalikan dua digit itu dengan satu digit?
2)      Sampai dengan 25% keragaman prestasi ditentukan oleh karakteristik afektif awal. Karakteristik ini berkaitan dengan kemauan dan motivasi siswa untuk belajar.
3)      Sampai dengan 25% keragaman prestasi siswa ditentukan oleh balikan yang efekif dan tepat waktu dan guru dan/atau bahan pembelajaran.

Teori ini tentu berlaku secara kelompok dan tidak secara individual, dan kita tidak bisa mcnbuat penyederhanan atas proses pembelajaran yang dialami oleh setiap siswa. Proses secara individual akan lebih kompleks, karena perilaku manusia mempunyai ragam penyebab dan adalah hal yang berbahaya jika kita melakukan bcrbahaya jika kita melakukan penyederhanaan dalam menjelaskan perilaku siswa.
Bagi seorang guru di sekolah, pemahaman pengetahuan dan kcterampilan awal siswa dapat dilakukan dengan cam menganalisis kurikulum sebelunmya, atau diskusi dengan guru yang pernah rnengajar pada tingkat sebelumnya. Pemahaman tersebut dapat anda padukan dengan pemahaman anda tentang isi pelajaran yang harus dipelajari.

2.      Tujuan Pembelajaran
Pemahaman Anda tentang isi pelajaran dan waktu yang tersedia, menjadi landasan bagi pengembangan dan perumusam tujuan pembelajaran. Ada empat tipe tujuan pembelajaran. Pertama, tujuan keperilakuan, rumusan lujuan yang ada dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diobservasi, diukur, dan diuji bahwa siswa sudah menguasai dengan baik perilaku yang harus dicapai secara khusus. Kedua, tujuan pemecahan masalah, merumuskan pembelajaran siswa dalam proses untuk menggunakan pikiran melalui pengkajian isu yang tak memiliki pemecahan spesifik.
Contoh:
(1)          Diberikan uang mainan sebesar Rp5.000,00 siswa akan. memutuskan bagaimana membeli makanan untuk seliari.
(2)          Siswa akan mendiskusikan, seperti apa hidup ini sekiranya tidak ada kendaraan bermotor.
Ada lima hal yang membedakan tujuan pemecahan masalah dan tujuan keperilakuan.
Pertama,          pemecahan terhadap masalah tidak dapat dirumuskan sebeluninya dan acap kali pemecahan yang muncul merupakan hal yang tidak/belum pernah terpikirkan sebelunrnya.
Kedua,                        proses berpikir melalui masalah sama pentingnya dengan pemecahan masalah itu sendiri.
Ketiga,                        peran guru berubah dan seseorang yang memandu secara eksplisit kepada sesecrang yang mendorong dan pemberi kritik yang bersahabat.
Keempat,        perubahan peran guru akan mengi.ibah peran siswa. Arah kerja siswa tidak lagi kepada hasil yang sudah diprediksi.
Kelima,           perbedaan antara kedua tujuan mi akän bermuara pada sistem evaluasi.
Ketiga, tujuan ekspresif, merumuskan pembelajaran siswa ke dalam tingkat pengalaman tinggi yang bermakna secara individual apakah sebelumnya sudah diantisipasi atau belum.
Contoh:
(I) Siswa akan mengungkapkan perasaannya pada saat kakaknya menikah.
(2) Siswa akan menyatakan bagaimana perasaan saat ditinggal sendirian.

Keempat, tujuan afektif, ada kesamaan dengan tujuan ekspresif, hanya tujuan afektif lebih terfokus kepada respons-respons emosional terhadap kurikulum dan pengalaran. Dalam tatanan paling rendah perilaku afektif direplikasikan dalam bentuk memperhatikan dan merespons. Dalam kaitannya dengan rumusan tujuan pengajaran untuk memahami perilaku ini biasanya ditambah dengan rumusan “herkemauan untuk”. Rumusan tujuan akan berbunyi misalnya: “Siswa akan menunjukkan kemauannya untuk memperhatikan dengan…“, kemudian diikuti dengan rumusan perilaku yang terarnati yang menjadi indikator dan perhatian siswa terhadap pengajaran.
Contoh: Siswa akan menunjukican respons positif terhadap tugas pengajaran dengan secara sukarela mengerjakan tugas tanpa harus diperingatkan ulang.
3. Rancangan Kegiatan Pembelajaran
Secara operasional kegiatan pembelajaran yang tertuang di dalam satuan pelajaran diartikan sebagai sejumlah waktu yang dirancang untuk mengajari siswa suatu topik sederhana, bisa berupa konsep, keterampilan, proses, diskusi singkat tentang cerita pendek, atau suatu bagian dan novel. Kata sederhana mengandung arti bahwa setiap satuan pelajaran adalah hanya satu dan rangkaian satuan-satuan pelajaran yang saling terkait dan bekerja sama membantu siswa memahami hal-hal yang lebib kompleks.
Sebagai contoh, sebelum siswa menguasai konsep tentang sejarah rakyat Aceh dalam melawan dan mengusir penjajah Belanda, tenlebih dulu perlu tahu dan paham tentang hubungan Aceh dan negara Republik indonesia dan letak Aceh secara geografis.
Setiap kegiatan pembelajaran dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup.

a.      Kegiatan awal
Pada saat Anda memperkenailkan topik baru kepada siswa, perlu diingat bahwa siswa harus dibantu memahami topik itu dalam konteks keseluruhan pengajaran. Bagian pengantar dan satuan pelajaran dapat membantu siswa dalam hal-hal berikut.
1)     Mengaitkan hal-hal yang sudab dipelajari dengan hal-hal baru. Pengantar satuan pengajaran dapat diisi dengan mengingatkan kembali pengetahuan awal dan mengaitkannya dengan informasi baru sehingga pengetahuan awal itu dapat menjadi alat yang bermakna bagi proses belajarbaru.
2)     Memberi kesempatan path siswa untuk memahami topik secara keseluruhan sebelum mempelajari hal-hal yang terkandung dalam topik secara detail. Pemahaman ini dikembangkan melalui penyiapan penata awal (advance organizer), yaitu suatu cakupan rumusan yang memungkinkan siswa mengetahui informasi apa yang penting sebelum pembelajaran dimulai.
3)     Menumbuhkan hasrat ingin tahu siswa dan merangsang perhatian dan hasrat belajar siswa secara berkelanjutan.
4)     Menyadarkan siswa akan apa yang diharapkan guru dan siswa dalam atau selama pembahasan topik tersebut, di samping menyampaikan tujuan pembelajran.

b.      Rancangan untuk kegiatan intipembelajaran
Banyak ragam konsep dan pemikiran tentang bagaimana proses dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Ada yang melihat sebagai suatu “Siklus Pelajaran” yang mengorganisasikan kegiatan mengajar ke dalam aspek-aspek rangkaian arah kegiatan guru (Hunter, :1984). Ada yang merumuskan ke dalam langkah-langkah terstrktur misalnya Posenshine dan Stevens (1986). Ada pula yang menekankan kepada model (Joyce dan Weil, 1986) yang tidak sependapat dengan adanya langka.h-langkah sistematis dan standar di dalam poses pembelajaran.
Ini berarti bahwa banyak ragam rancangan yang dilaksanakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang beraneka ragam pula. Walaupun demikien kegiatan pembelajaran dikehendaki mampu menumbuhkan dan niengembangkan hal-hal benikut mi.
1)      Mengantarkan siswa kepada informasi atau keterampilan baru.
2)      Mendorong siswa untuk mengkaji ulang atau menafsirkan ulang informasi atau keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya.
3)      Memungkinkan siswa mampu melihat kekurangan pada proses belajar sebelumnya dan mengisi kekurangan itu.
4)      Mendorong siswa untuk mengembangkan atau mmperkuat prosesproses fisik, kognitif, sosial, maupun afektif.
5)      Mendorong siswa untuk menghasilkan, mengorganisasikan dan menyatakan informasi baru itu dalam cara-cara yang kreatif.
6)      Mendorong siswa untuk memperkii-akan dan memilcirkan gagasan yang belum dikembangkan serta masalah yang belum terpecahkan.
Tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan menjadi pandahuluan bagi Anda dalam memikirkan keseluruhan proses pembelajaran, memutuskan basil yang paling penting yang harus dicapai, mengaitkan tujuan pembelajaran dengan tujuan kürikulum. Kegiatan pembelajaran adalah tugas-tugas akademik yang mendorong siswa berunjuk kerja ke ahali pencapaian tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Kegiatan adalah apa yang dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru, sebab belajar bergantung kepada apa yang ada dalam pikiran siswa. Guru dapat memberikan kuliah yang cemerlang, melaku.kan simulasi dan demonstrasi, tetapi jika kegiatan guru itu tidak di persepsi siswa sebagai sesuatu yang bermakna, maka sesunggubnya tidak terjadi proses belajar.
Sebagai contoh, jika Anda akan mengajarkan suatu konsep ilmiah tentang “rotasi” kepada siswa Anda, Anda dapat merumuskan untuk menugaskan siswa mencari sepuluh definisi dan penjelasan, membaca definisi rotasi, melakukan gerakan fisik yang menunjukkan rotasi, rnengárnati sesuatu objek yang dirotasikan dan sebagaitya. Dalam semua kemungkinan tersebut kegiatan siswa menjadi hal yang utama,. walaupun Anda sebagai guru tetap memiliki tanggung jawab untuk bicara, nielengkapi dan menyiapkan kegiatan, menata, dan merancang observasi. Memusatkan kegiatan kepada apa yang dilakulcan akan membuat mereka lebih mudah dalam memahami apa yang Anda harapkan dan membuat Anda lebih mudah dalam memonitor respons siswa terhadap pembelajaran yang Anda lakukan.
Cara monitoring yang paling banyakdigunakan ialah bertanya kepada siswa tentang isi dan kegiatan. pembelajaran. Jika Anda menggunakan cara ajukan pertanyaan kepada kelas tetapitentukan siswa mana yang harus menjawab pertanyaan dan sebaiknva tidak menunggu siswa yang sukarela.
Cara ini akan membantu Anda mengetahui siapa-siapa yang memerlukan pembelajaran lebih lanjut. Cara mi juga akan memungkinkan siswa lain melakukan penilaian din terutama bagi siswa yang tidak yakin akan jawabannya.
Strategi monitoring lain yang digunakan ialah mengajukan pertanyaan kepada kelas, dan seluruh siswa memberikan jawaban secara tertulis. Cara lain yang bisa digunakain ialah mengobservasi kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Cara ini biasanya menghendaki siswa untuk belajar sendiri atara bersama-sama.
Cara observasi maupun bertanya memungkinkan guru memandu siswa kembali mempelajari tugas sebelumnya jika dipandang perlu, menjawab pertanyaan pada saat mengelilingi kelas, mengidentifikasikan siswa yang mengalami hambatan, memberikan bantuan kepada siswa baik dengan cara rnerujuknya kepada siswa lain maupun Anda lakukan sendiri.
c.      Kegiatan penutup
Pada kegiatan penutup, guru membimbing siswa untuk merumuskan ikhtisar yang bertjuan untuk:
1)     mengkaji ulang butir-butir penting dan isi dan kegiatan pembelajaran;
2)     memungkinkan siswa merefleksikan pembelajaran dan menggambarkan kumpulan dan pengalaman pembelajaran; serta
3)     memberikan gambaran tentang pembelajaran yang akan datang.

Contoh berikut menggambarkan ikhtisar pembelajaran yang mencakup ketiga tujuan tersebut.
Guru   :  Indra, dapatkah kamu menyebutkan kembali tiga bagian tubuh serangga yang dibicarakan hari ini?
Indra   :  Kepala, toraks, dan abdomen
Guru   :  Dan apa yang kita bicarakan hari mi apa perbedaan utama serangga dengan manusia?
Yuiia   : Manusia lebih besar
Anton    :         Manusia tidak mempunyai sayap
Sari     : Manusia memiliki jari dan kaki
Guru   : Sekiranya serangga tidak memiliki jari dan kaki bagaimana mereka membangun rumab?
Anda   : Apakah serangga membangun rumah?
Guru   : Baiklah, dalam pelajaran besok akan kita pelajari di mana serangga hidup dan bagaimana serangga membuat tempat inggal. Di rumah kalian boleh tanya kepada siapa saja yang tahu tentang bagaimana serangga membuat tempat tinggal.
4. Perencanaan Evaluasi
Salah sata komponen penting dan keseluruhan perencanaan pembelajaran adalah perencanaan untuk mengetahui apakah setelah kurun waktu tertentu siswa Anda memperoleh kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau apakah siswa Anda siap mencapai tujuan yang lebih kompleks. Tujuan-tujuan yang sudah dirumuskan baik tujuan keperilakuan pemecahan masalah, maupun tujuan ekspresif menjadi landasan untuk mengetahui dan mengukur tingkat pencapaian tujuan dan kemajuan siswa. Semua kegiatan evaluasi ini disebut evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang merangkum seluruh hasil belajar siswa pada jangka waktu tertentu.
Evaluasi lain yang perlu dirancang adalah evaluasi formatif Evaluasi ini maksudkan untuk melihat kemajuan siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan monitoring yang dilakukan selama kegiatan pembeiaiaran seperti yang didiskusikan di atas merupakan contoh evaluasi yang terjadi selama siswa belajar dan memberikan latihan kepada siswa tentang bagaimana dia tumbuh dan berubah ke arah perbaikan.
Evaluasi formatif maupun sumatif harus dirancang secara konsisten dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh, jika Anda merancang tugas pembelajaran menulis kreatif tentang keadaan sekitar maka tujuan yang paling melekat dengan tugas itu adalah tujuan ekspresif. Anda tugaskan siswa pergi keluar kelas untuk mengganiati dan rnenuliskan keadaan tentang keadaan alam sekitar.
Pada malam harinya Anda membaca tulisan mereka, Jika Anda memutuskan untuk menulis kornentar yang dapat mendorong siswa untuk mengelaborasi frase, meuggunakan kata-kata yang lebib deskriptif, atau memberikan mereka frase-frase lain yang lebih tepat, maka Anda bertindak konsisten dengan tujuan yang Anda tetapkan. Tetapi jika yang Anda lakukan adalah mengoreksi tata babasa dan ejaan, dan kemudia memberi nilai atau angka atas dasarjumlah ejaan dan tata bahasa yang patut dipertanyakan apakah cara seperti itu akan mendorong siswa untuk mengekspresikan perasaan dan kehendaknya pada kegiatan menulis berikutnya?

C.    RANCANGAN UNIT PEMBELAJALRAN
Misalkan Anda guru kelas lima dan akan mengajarkan kesusastraan Indonesia dengan tema roman. Anda tentu mempunyai banyak topik yang diajarkan dan dikuasai oleh siswa. Tentunya siswa tidak mungkin rnenguasai seluruli tujuan yang berkaitan dengan topik-topik itu dalam satu jika Anda tidak merancang dengan cermat satuan-satuan pelajaran, unit menjadi bacaan dan tulisan yang kurang bermakna. Dalam kaitan dengan rancangan pembelajaran. Anda perlu rnembedakan tujuan unit dan tujuan satuan pelajaran. Tujuan unit akan mencakup beberapa minggu kegiatan dan satuan pelajaran sebelun siswa dapat menguasai keseluruhannya. Satuan-satuan pelajaran akan terbangun dalam suatu kesatuan yang tertata ke dalarn suatu unit yang kohesif.
Setelah satuan-satuan pelajaran itu ditata, hal penting yang perlu dicek ulang ialah konsistensi antara tujuan, kegiatan dan evaluasi. Panting juga untuk dilakukan pengecekan konsistensi silang antarsatuan pelajaran untuk meyakinkaa bahwa satuan-satuan pelajaran yang sudah dirancang itu rnemungkinkan siswa meneapai tujuan unit.







KEGIATAN BELAJAR 3

PERAN GURU DALAM PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN DAN MANAJEMEN KELAS

A.      MENGAPA PERLU MANAJEMEN KELAS?

Proses pembelajar adalah proses membantu siswa belajar, yang ditandai dengan perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Seorang guru hanya dapat dikatakan telah melakukan kegiatan pembelajaran terjadi perubahan perilaku pada dan peserta didik sebagai akibat dan kegiatan tersebut. Ada hubungan fungsional antara perbuatan guru mengaiar dengan perubahan perilaku peserta didik. Artinya, proses pembelajaran itu memberikan dampak kepada perkembangan pesena didik.
Pikiran itu mengandung arti bahwa dampak itu terjadi karena ada proses interaksi antara guru dan peserta didik, antarapeserta didik dengan peserta didik, antara peserta didik dengan iklim atau suasana belajar yang kembagkan. Setiap kegiatan pembelaiaran bertolak dan dan terarah kepada pencapaian tujuan Di sini, upaya sistematis yang berkaitan dengan pengembagan lingküngan belajar diciptakan agar tujuan pembelajalan tercapai. Ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dikatakan sebagai dampak dan proses penibelalaran.
Dampak pembelajaran dapat dibedakan ke dalam dampak langsung atau dampak instruksionial dan dampak tak langsung atau dampak pengiring. Dampak langsung adalah dampak yang ditirnbulkan oleh kegiatan pembelajaran yang telah diprogramkan semula, sedangkan dämpak penginiug muncul sebagai pengaruh darn atau terjadi pengalaman dan lingkungan belajar. Proses penibelaiaran yang mengutamakan disiplin akademik tinggi dapat menimbulkan dampak pengining berupa tunibuhnya sikäp ilmiah yang positif, tetapi mungkin pula tumbuh sikap aroganis (keangkuhan) intelektual. Dampak pengiring adalah sesuatu yang bisa terjadi ke arah positif maupun negatif. Dalam suatu kegiatan pembelaiaran bisa terjadi lebih dan satu dampak pengiring.
Dampak pengiring bisa berwujud dalam bentuk pemahaman apresiasi, sikap, motivasi, kesadaran, keterampilan sosial, dan perilaku sejenis lainnya.
Dampak pengiring pada suatu proses pernbelajaran bisa menjadi dampak instruksional dan proses pembelajaran yang lain. Oleh karena itu, dalam wujud perilaku individu dampak instmksional dan dampak pengiring akan menjadi satu keterpaduan. Kondisi ini merupakan gambaran perilaku efektif dari proses perkembangan peserta didik.
Tampak jelas bahwa. pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang tidak semata-niata memberikan dampak instruksional tetapi juga membenkan dampak pengiring positif. Proses pembelajaran akan selalu berlangsung dalam suatu adegan, di sekolah jelasnya adalah adegan kelas. Adegan itu perlu diciptakan dan dikembangkan menjadi wahana bagi keberlangsungan proses pembelajaran yang efektif. Hal ini berarti diperlukan manajemen tersendiri untuk mengembangkan dan memelihara adegan itu, dan manajemen yang dimaksud adalah manajemen kelas.
Tarnpaknya tidak ada aspek yang dibicarakan sesering manajemen kelas, dan menjadi kepedulian calon guru, guru pemula, atau guru berpengalaman. Alasannya cukup sederhana, ialah bahwa manajemen kelas merupakn perangkat perilaku yang kompleks di mana guru menggunakannya untuk mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik mcncapai tujuan pembelajaran secara efisien. Dengan kata lain, manajemen kelas yang efektif menjadi prasyarat utama bagi pembelajaran yang efektif. Manajemen kelas dapat dipandang sebagai tugas guru yang amat fundamental.

B.        SEMBILAN PENDEKATAN

Tidak ada satu pendekatan pun yang dianggap sebagai pendekatan terbaik dalam manajemen kelas. Oleh karena itu, seorang guru memang perlu memahami berbagai pendekatan, yang secara ringkas akan dicoba didiskusikan di dalam uraian berikut ini. Walaupun mungkin terkesan terjadi penyederbanaan yang berlebihan, hasil kajian literatur menujukkan ada sembilan definisi, yang sekaligus menggambarkan pendekatan tentang manajemen kelas. Kesembilan pendekatan ini dibedakan karena memang setiap pendekatan menampilkan posisi filosofis dan wujud operasional dan manajemen kelas.
Pendekatan pertama ialah pendekatan otoriter. Pendekatan ini memandang bahwa manajemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta didik. Dalam posisi ini. peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturan atau disiplin di dalam kelas. Tekanan utamanya terletak pada menjaga ketertiban dan memelibara kcndali melalui penanaman disiplin. Di dalam pendekatan ini disiplin adalah sama dengan manajemen kelas.
Terkait erat dengan pendekatan otoriter. pendekatan kedua disebut pendekatan intimidasi. Pendekatan ini juga memandang manajemen kelas .sebagai proses mengendalikan perilaku peserta didik. Lain halnya dengan pendekatan otoriter, pendekatan intimidasi tampak lebih dilandasi oleh asumsi babwa perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku guru. Perilaku guru yang dimaksud seperti menyalahkan, mengancam. memaksa dan menolak. Peran guru adalah mengiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga mereka merasa takut untuk melanggamya.
Pandangan ketiga, yang bertentangun langsung dengan pendekatan intimidatif, ialah pendekatan permisf. Esensi pendekatan terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik nerasa bebas melakukan apa yang mereka mau. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Tidak seperti pendekatan sebelumnya, pendekatan keempat ini disebut pendekatan buku masak. Pendekatan ini tidak didasarkan atas konsep teoretis atau landasan psikologis tertentu. Pendekatan ini merupakan kombinasi dan berbagai pandangan, merupakan himpunan “resep” bagi guru. Pendekatan ini diajikan dalam bentuk daftar tentang apa yang hendaknya dilakukan dan tidak dilakukan guru di dalam bereaksi atas berhagai situasi bermasalab. Pendekatan ini disebut pendekatan büku masak karena berisi rakitan daftar tahapan yang harus dilakukan guru, peran guru adalah mengikuti resep untuk.
Pendekatan manajemen kelas yang kelima didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang cermat (careful) akan mencegah muncul perilaku bermasalah Pendekatan ini menekankan bahwa perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah atau menghentikan periaku peserta didik yang tdak tepat. Peran guru ialah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang sesuai dengan kehutuhan dan minat peserta didik, dan yang memotivasi peserta didik. Pendekatan kelirna ini disehut pendekatan intruksional.
Peridekatan keenam ialah pendekatan modifikasi perilaku. Pendekatan ini memandang manajemen kelas scbagai proses ncmodfikasi perilaku peserta didik. Peran guru adalah mempercepat tercapainya perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menekan perilaku yang tidak dikehendaki. Dengan kata lain, guru membanti peserta didik mempelajari perilaku yang tepat dengan menggunakan prinsip-prinsip pengkondisian dan penguatan.
Pendekatan ketujuh memandang manajemen kelas sebagai proses menciptakan iklim. sasio-emosional yang positif di dalam kelas. Asumsi dan pendekatan ini ialah bahwa belajar dapat dimaksimalkan di dalam iklim kelas yang positif, dan iklim semacam ini muncul dan hubungan antar pribadi yang positif antara guru peserta didik maupun antara peserta didik peserta didik. Oleh karena itu,:peran guru adalah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pengembangan hubungan antarpribadi yang sehat. Dalam pendekatan ini juga terkandung peranguru sebagai seorang fasilitator dan motivator bagi peserta didik untuk lebih berkembang dengan optimal.
Pendekatan yang kedelapan meneinpatkan kelas sebagai suatu sistem sosial di mana proses kelompok dalam sistem tersebut menjadi hal penting yang paling utama. Asumsi dasarnya ialah bahwa pembelajaran itu terjadi di dalam kelompok. Oleh karena itu, hakikat dan perilaku kelompok kelas dipandang sebagai faktor yang memiliki pengaruh berarti (signifikan) terhadap belajar, bahkan dalam proses belajar individual sekalipun. Peran guru iaiah mempertcepat perkembangan dan terwujudnya kelompok kelas yang efektif.
Kedelapan posisi yang dikemukakan di atas menggarnbarkan perbedaan dan delapan pcndekatan manajemen kelas, dengan masing-masing keyakinan, akan tetapi tidak ada satu pendekatan pun yang teruji paling baik. Oleh karena itu, Anda sebagai guru didorong untuk menyerap pendekatan-pendekatan tersebut dan tidak hanya bertolak dan satu pendekatan. Anda didorong untuk melihat adanya kejamakan definisi tentang manajemen kelas.
Pendekatan kesembilan bertolak dan kejamakan defmisi. Defmisi jamak akan memperluas ragam pendekatan dan mana kita akan memilih strategi untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang mendukung terjadinya pembelajaran yang efektif. Pendekatan jamak atau pendekatan pluralistik (James M. Cooper, ed., 1990) ini tidak mengikat guru kepada strategi manajerial tinggal, melainkan memberi peluang kepada guru untuk mempertimbangkan seluruh strategi yang dapat dan tepat dilakukan.
Definisi manajemen kelas yang marefleksikan kejamakan pendekatan itu kiranya dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan di mana mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang dapat mendorng terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien. Brophy dan Putnan (Good Ian Brophy, 1990) menyebutnya sebagai pendekatan optimal. yaitu sebagai peroses pengembangan lingkungan belajar yang dikehendaki dan menekankan sekecil mungkin pembatasan-pembatasan.
Jika disimak ulang apa yang diuraikan di atas, dapat diangkat fungsi-fungsi pokok manajemen kelas sebagai berikut:
1.         fungsi preventif, mencegah munculnya perilaku bermasalah;
2.         fungsi kuratif, menyembubkan perilaku bermasalah;
3.         fungsi pemeliharaan, memelihara kondisi yang positif
4.         fungsi pengembangan, mengembangkan kondisi yang kondusif
5.         fungsi fasilitator, memfasilitasi kebutuban-kebutuhan untuk berkembang;
6.         fungsi motivator, memberikan dorongan untuk berprestasi dan berkembang.
Fungsi-fungsi ini amat sejalan dengan fungsi bimbingan dan konseling yang akan dibahas pada bagian tersendiri.

C. PEMBELAJARAN DAN MANAJEMEN
Dilihat dan kacamata tugas guru, pembelajaran akan menyangkut dua rangkat kegiatan yaitu: mengajar dan manajemen. Kegiatan mengajar dimaksudkan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan-tujuan pcndidikan. Mendiagnosis kebutuban peserta didik, perenoanaan pengajaran, penyajian inforrnasi, mengajukan pertanyaan, dan menilai kemaluan peserta didik adalah berbagai contoh kegiatan mengajar. Sedangkan kegiatan manajerial dimaksudkan untuk menciptakan dan memelihara kondisi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efisieri. Pemberiari hukuman dan ganjaran, pengembangan rapport (hubungan akrab) antara guru dan peserta didik, pengembanigan norma kelompok yang produktif merupakan contoh berbagai kegiatan manajerial.
Kedua hal tersebut, yaitu kegiatan mengajar dan manajerial, di dalam praktek sering kali sulit ditarik garis pemisah yang tegas. Akan tetapi seorang guru perlu paham mana persoalan mengajar dan mana persoalan manajerial. Sebagai contoh, perencanaan pengajaran yang baik dan cukup menarik tidak akan dapat memecahkan masalah anak yang menarik diri sebab perilaku menarik diri bisa disebabkan oleh penolakan kawan sekelas anak itu terhadap dirinya. Perencanaan pengajaran adalah persoalan mengajar, sedangkan perilaku penolakan dan menarik diri adalah persoalan manajemen kelas dan menghendaki pemecahan manajerial.
Jika demikian halnya. tampak bahwa manajemen kelas adalah prasyarat dan sekaligus menjadi aspek penting bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Berbagai basil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara perilaku manajemen kelas yang dilakukan guru dengan penilaku yang diharapkan dan peserta didik (James M. Cooper, ed. 1990). Beberapa contoh dalam hal apa strategi manajemen kelas yang efektif untuk mengembangkan perilaku peserta didik ialah: (1) strategi otoriter efektif untuk rnengikuti perilaku yang keliru, (2) sategi modifikasi perilaku efektif untuk meningkatkan perilaku yang tepat, (3) srategi iklim sosio-emosional efektif untuk mempercepat hubungan antarpribadi yang positif, dan (4) strategi proses kelompok efektif untuk menumbuhkan noma kelompok kelas.


1.    Faktor Keragaman dan Perkembangan di dalam Manajemen Kelas

Keragaman individual dan kelompok di antara peserta didik membawa implikasi terhadap manajemen kelas. Keragaman usia, jender (gender yaitu identitas jenis), etnik kecakapan, dan kesiapan belajar adalah faktor-faktor yang harus dipertimbangkan di dalam manajemen kelas. Sebagai contoh. kemampuan identitas jenis yang tampak pada anak sekolah dasar ialah aktivitas fisik. Anak laki-laki, secara fink, lebih aktif daripada anak perempuan. Implikasi dan kondisi itu ialah hahwa di dalam manajemen kelas sulit dilakukan pembatasan-pembatasan yang ketat bagi aktivitas fisik anak. Penataan kelas yang kaku akan menghambat aktivitas fisik anak dan dapat menjadikan dia frustasi.
Ilustrasi di atas tidak mengandung anti bahwa pembatasan harus ditiadakan, akan tetapi tentu perlu dilakukan penyesuaian. Dalam hal mi guru hendaknya memikirkan dan mencermati: (1) apakab model pembelajaran yang digunakan cocok bagi peserta didik? (2) pembatasan-pembatasan fisik apa yang benar-benar dipeniukar? (3) adakab ragain cam yang bisa ditenipuh untuk rnencapai tujuai, sehingga peserta didik dapat menggunakan berbagai cara yang lebih disukai dan cocok dengan dirinya? Artinya, guru perlu melakukan penyesuaian terhadap kondisi peserta didik. Seorang anak yang menunjukkan dorongan aktivitas fisik yang tinggi perlu diberi peluang di dalam cara-cara yang tidak menimbulkan pertentangan atau konflik dengan tujuan penhelajaran.
Keragaman yang diuraikan di atas terkait erat dengan perkembangan peserta didik. Dalam Kegiatan Belajar 1 telah dibahas berbagai hal tentang perkembang peserta didik, baik perkeinbangan fisik, kognitif, pribadi maupun sosial. Semua aspek perkembangan ini berpengaruh terhadap peran guru dan teknik-teknik manajemen kelas.
Karena sifat dan karakteristik perkembangan peserta didik, kelas-kelas di tingkat sekolah dasar, dapat digolongkan ke dalam kelas awal/rendah (kelas 1-3) dan kelas tinggi (kelas 4-6). Balikan Brophy dan Evertson (Good dan Brophy, 1990) membedakannya ke dalam kelas-kelas awal, tengah, dan tinggi. Penggolongan kelas seperti ini membawa implikasi terhadap peran guru dan teknik manajemen kelas.
Lebih jauh di gambarkan oleh Brophy dan Evertson bagaiinana guru berperan dalam setiap golongan kelas yang dimaksud, seperti berikut ini:
a.       Pada tingkat taman kanak-kanak dan kelas awal. Pada tingkat ini anak disosialisasikan ke dalam peran serta didik dan diajari keterampilan dasar. Orang dewasa, jelasnya guru, masib lebih banyak tampil sebagai figur otoritas yang mengajarkari, apa yang harus dan yang tidak boleb dilakukan. Anak Iebih banyak mçmerlukan arahan, dorongan, bantuan, dan perhatian dari guru. Perilaku menyenangkan guru masih tampak dominan pada tingkat ini. Pada saat ini masalah atau gangguan serius belum tampak. Konsekuensinya, fungsi utama guru sebagai pengajar dan pengsosialisasi anak yang mengajar anak tentang apa yang harus dilakukan, daripada membawa anak menyetujui atau menyepakati aturan-aturan yang dikena1nya. Pada tingkat kelas ini, aspek pengajaran dan sosialisasi nienjadi aspek fundamental dan manajemen kelas.
b.      Pada tingkat kelas tengah. Tingkat ini berawal ketika sosialisasi terhadap peran peserta didik dilakukan dan terus dilanjutkan pada tingkat berikutnya. Pada tingkat ini anak sudah lebih mengenal aturan rutin sekolah dan dia relatif menyepekatinya. Jadwal kehadiran di sekolah, tata cara berpakaian merupakan aturan rutin yang dikenal dan “disepakati” anak. Gangguan serius mulai sering muncul, walaupun bukan sebagai hal yang umum. Dalam kondisi ini memelihara lingkungan belajar yang tepat merupakan aspek sentral dan manajemen kelas bagi keberhasilan pembelajaran.
c.       Pada tingkat kelas tinggi. Pada tingkat ini anak mengalihkan orientasi dan menyenangkan guru kepada menyenangkan kelompok sebaya. Guru mulai disesalkan jika bertindak sebagai figur otoritas. Beberapa anak mulai menimbulkan gangguan dan sulit dikendalikan daripada sebelumya. Keadaan ini menjadi unsur penting dari peran guru lain halnya dengan tingkat awal, pada tingkat ini guru lebih berperan dalam memotivasi peserta didik untuk berperilaku sebagaimana seharusnya mereka berbuat dan bukan mengajari mereka bagaimana melakukan itu.
d.      Pada tingkat lanjutan. Pada tingkat ini guru harus memperhatikan anak sebagai individu, artinya guru harus memperhatikan benar siswa dan segi minat, kepribadian, kemampuan. sifat, kebutuhan, masalah, agar pembelajaran dapat terjadi secara optimal Selain ini juga perlu memperhatikan faktor psikologi anak yang mencakup masa peralihan dari anak ke remaja (pubertas) dan dan remaja ke dewasa.

Uraian di atas menunjukkan betapa aspek dalam manajemen kelas harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam pembelajaran dalam setiap tingkatan kelas.

2.    Tahap-tahap Proses Manajemen Kelas
Di depan telah dikemukakan bahwa pendekatan jamak memandang manajemen kelas sebagai suatu proses, sebagai perangkat kegiatan, di mana guru mengembangkan dan memelihara kondisi untuk terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien. Di dalam pendekatan jamak ini ada empat langkah yang mesti di tempuh guru untuk melaksanakan manajemen kelas (James and Cooper, ed, 1990). Keempat langkah tersebut ialah:
(1) merumuskan kondisi kelas yang dikehendaki, (2) menganalisis kondisi kelas yang ada pada saat ini, (3) memilih dan menggunakan startegi manajerial, serta (4) menilai efektivitas manajerial.

3.    Merumuskan spesifikasi Kondisi Kelas yang Dikehendaki
Manaemen kelas adalah proses yang bertujuan, yaitu guru menggunakan brbagai strategi manajerial untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan diidentifikasikasi dengan baik. Oleh karena itu, tahap pertama yang harus dilakukan guru ialah merumuskan spesifikasi kondisi kelas yang dikehendaki, sebagai suatu kondisi ideal. Untuk itu seorang guru perlu memiliki konsep yang jelas tentang kondisi. kelas yang diyakininya sebagai kondisi untuk terjadmya pembelajaran yang efektif kondisi yang dimaksud bukanlah kondisi yang beilaku universa1 sepanjang waktu dan dalam berbagai adegan, melainkan kondisi yang harus diuji dan diperbaiki.
Secara konkret kondisi kelas yang dikehendaki dapat dirumuskan dalam bentuk rurnusan perilaku peserta didik yang diharapkan terjadi pada saat proses pernbelajaran. Sebagai contoh apakah perilaku berikut diharapkan terjadi pada peserta didik?
1.    Siswa menarnpillcan perilaku berorientasi tugas.
2.    Siswa memahami harapan guru dan berperilaku sesuai dengan harapan kita.
3.    Siswa menampilkan penilaku belajan yang.produktif.
4.    Siswa mengikuti aturan yang ditetapkan.
5.    Siswa berkomunikasiterbuka danjujur, dansebagainya.

Harapan guru terbadap peserta didik sekaligus merupakan peran peserta didik itu. Good danBrophy (1990) merumuskan peran peserta didik .ini ke dalam tiga peran. pokok,::yáitu: (I) penguasaan keterampilan .dasar, (2) pengembangan minat terhadap pengetabuan tentang topik-topik yang turkandung dalam kurikulum, dan (3) partisipasi sehagai anggota kelompok.

4.    Menganalisis Kondisi Kelas Aktual
Kondisi kelas aktual adalah kondisi pada saat ini. Analisis kondisi kelas pada saat ini penting di1akukan untuk dibandingkan dengan kondisi ideal yang telah dirumuskan pada tahap satu Analisis semacam ini akan membantu guru untuk mengidentifikasi hal-hal berikut ini.
a.    Kesenjangan antara kondisi nyata dangan kondisi ideal, dan menetapkan hal-hal yang segera memerlukan perhatian.
b.    Masalah-masalah potensial yang bisa muncul sekiranya guru tidak behasil mencegahnya.
c.    Kondisi nyta yang perlu dipelihara, ditingkatkan, dan dipertahahkan karena merupakan kondisi yang dikehendaki.
Kegiatan operasionainpada tahap kedua ini ialah merumuskan masalah manajenial dan. masalah pengajaran. Cermatilah ilustrasi berikut agar Anda memahami benar kegiatan ini.
Contoh:
Ilustrasi 1
Ramli seorang siswa kelas enam menunjukkan unjuk kerja akademik rendah. Kemampuan belajarnya kira-kira sama dengan kelas empat. Pak Ato, guru Ramli menggambarkan dia sebagai anak “paling jelek” di kelasnya karena terus-menerus berperilaku tidak sesuai, menolak mengerjakan pekerjaan rumah, dan sering mengganggu temannya di kelas.

Diskusi
Sekalipun selintas tarnpak sebagai masalah manajerial, namun masalah yang dihadapi Ramli lebih merupakan masalali pengajaran. Kemampuan akademik Ramli yang rendah menjadikan dia frustasi dan frustasi yang dialaminya itu menimbulkan perilaku salah suai. Mengharapkan Ramli mampu menampilkan kualitas kerja yang sama dengan temannya adalah hal yang tidak realistik. Yang perlu dilakukan ialah guru memperbaiki pengajaran yang sesuai dengan tingkat kecakapan dan prestasi Ramli slingga dia mcmperoeh kesempatan sukses. Kesempatan sukses ini kiranya dapat mengurangi kebutuhan Ramli untuk menampilkan perilaku salah suai.
ilustrasi 2
Walaupun Suci sudah delapan minggu memasuki sekolah baru, namun dia tetap masih berstatus sebagai “siswa baru”. Din masih belum dapat diterima sepenuhnya oleh teman sekelasnya di kelas empat. Dia tampak malu dan menghindar. Bu Dian, guru Suci mencoba melakukan upaya untuk mengungkap permasalahan Suci. Dia (Bu Dian) membentuk kelompok kecil untuk mengerjakan proyek bidang studi IPS. Dan Suci ditempatkan di dalam kelompok tersebut bersama tiga siswa wanita temannya.
Diskusi
Iustrasi di atas menggambarkan masalah manajerial. Jika Suci datang dengan partisipasi penuh, sebagai anggota yang aktif, gurunya tentu harus membantu dia mempersepsi kelompok sebagai kelompok yang atraktif dan menerima anggotanya. Kegiatan pengajaran tertentu, seperti dilakukan Bu Dian, dapat membantu mempermudah proses, akan tetapi esensi masalahnya terletak pada masalab manajerial. Tujuan manajerial yang dapat diangkat dan kasus ini mencakup: (1) siswa menuniukkan huburigan antarpribadi yang positif, (2) siswa menampilkan kekohesian kelompok, dan (3) siswa tampil sebagai anggota kelompok kelas.
Memilih dan Menggunakan Strategi Manajerial
Setelah mengidentifikasi kesenjangan kondisi aktual dengan kondisi deal, yang dirumuskafl di dalam masalah manajerial, langkah berikut adalah nemilih dan menggunakan strategi yang akan dilakukan untuk menjembatani kusenjangan tersebut atau memecahkan masalah, mencegah timbulnya masalah, dan memelihara kondisi positif yang telab terjadi.
Guru dapat mernilih lebih dan satu pendekatan manajerial di dalam mengembangkan kondisi kelas yang mendukung proses pembelajaran yang efktif.

Menilai Efektivitas Manajerial
Pada tahap keempat ini guru menilai upayanya sendiri. Sampai di mana upaya yang dilakukan itu dalam mengembangkafl dan memelihara kondisi yang dikehendaki, serta sampai di mana upaya itu dapal mempersempit kesenjangan antara kondisi aktual dengan kondisi ideal. Penilaian ini difokuskan kepada dua perangkat perilaku, yaitu perilaku guru dan perlaku peserta didik.
Dalam hal pertama guru menilai sampai di maria perilaku dan strategi manajerial yang digunakan dapat menumbuhkan kondisi yang dikehendaki. Dan dalam hal kedua, guru menilai sarnpai di mana para peserta didik berperilaku sesuai dengan cara-cara yang dikeheridaki. Untuk keperluan penilaian yang dimaksud, data dapat dikumpulkan dan tiga sumber, yaitu guru, peserta didik, dan pengamat luar.
Jika kedua fokus dan ketiga sumber penilaian itu dipasangkan akan dapat diidentifikasikan strategi penilaian efektivitas perilaku manajerial guru. seperti tampak dalam daftar berikut ini.


Sumber Data
Perilaku Guru
Perilaku Peserta Didik
Guru


Peserta


Pengamat
Guru bertanya dan menilai peiilaku sendiri.

Peserta didik bertanya dan menilai perilaku guru

Pengamat bertanya dan
menilal perilaku guru
Guru bertanya dan menilai perilaku peserta didik

Peserta didik bertanya dan
menilai perilaku sendiri

Pengamat bertanya dan menilai perilaku peserta didik

Tabel tadi menunjukkan ada sembilan strategi penilaian efektivitas perilaku manajerial. Untuk keperluan pelaksanaan peni1aian dengan menggunakan sirategi di atas perlu dikembangkan Iembar pengamatan tentang perilaku guru dan perilaku peserta didik. Berikut ini disajikan contoh lembar pengamatan, dan untuk selanjutnya dapat dikembangkan sendiri.

Lembar Pengamatan Perilaku Guru

.......................................... 1 Guru mendorong peserta didik berkomunikasi secara terbuka
......................................... 2  Guru berbicara tentang situasi daripada berbicara tentang kepribadian peserta didik pada saat menangani masalah
.........................................   3 Guru mengekspresikan perasaan dan sikap yang sebenarnya kepada peserta didik
.........................................   4 Guru menyatakan harapannya secara jelas dan eksplisit kepada peserta didik
.........................................   5  dan seterusnya



Lembar Pengamatan Pei-ilaku Pescita Didik

.........................................   1  Peserta didik mempelajari mata peiajaran
.........................................   2 Peserta didik bekerja sama dengan balk dalarn kelompok
.........................................   3 Peserta didik merasa bebas mengekspresikan pikiran dan perasaan
.........................................   4 Peserta didik memandang gurunya secara objaktif
.........................................   5 dan seterusnya

4.    Penataan Lingkungan Fisik Kelas
Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan nunculnya perilaku bermasalah, dan penataan 1ingkingan fisik merupakan unsur penting dalam manajemen kelas. Penataan kelas akan mempengaruhi kcterlibatan dan partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Wahana Iingkungan fisik akan nempengaruhi perilaku peserta didik baik secara 1axtgung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas terstruktur diberikan guru kepada peserta didik.
Sebagai contoh, ketika peserta didik dinunta untuk curah gagasan, unjuk kerja mereka lebih baik dalam posisi duduk berlingkar daripada dalam posisi berbanjar. ini menunjukkan bahwa dalam posisi melingkar para peserta didik Iebih mudah berinteraksi dan guru lebih mudah memantau interaksi rnereka.
Dilihat dan sisi ukuran kelas, secara umum, keas kecil lebih mudah dike1o1a daripada kelas besar. Ada beberapa keuntungan bekerja dengan kelas kecil, yang berjumlah antara dua puluh sampai dua puluh lirna orang, yaitu peserta didik (1) lebih banyak dilibatkan di dalam proses kerja. (2) tidak terlalu lama menunggu bantuan guru jika mereka menghadapi masalah, 3) tidak banyak mengalami kevakuman karena tidak ada tugas atau latihan. Tidak ada pergantian kegiatan pembelajaran walaupun guru menghadapi kelas kecil. Yang ada hanyalah bahwa dia menghadapi peserta didik dalam jumlah yang lebib sedikit.
Ukuran kelas di Indonesia sangat beragam. Di kota-kota besar, ukuran biasa relatif besar, antara 30-40 orang, namun di kota-kota kecil dan pedesaan cenderung bcrukuran kecil. Seorang guru tentu tidak dapat langsung mendistribusikan perhatian kepada kelas secara menyeiuruh. Oleh karena itu, salah satu alternatif atau cara yang dapat diakukan, terutarna dalam kelas besar, membagi peserta didik ke dalam kelompok-kelompok
Pengelompokan peserta didik ke dalam kelompok kecil harus dilakukan dengan hati-hati. .Apakah keompok akan dibuat secara homogen atau heterogen. Kelompok homogen adalah kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan kemarnpuan dan kebutuhan yang relatif sama. Sedangkan kelompok heterogen adalah kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan kemampuan dan kebutuhan yang beragam. Kelompok homogen akan lebih mudah dikelola tetapi sulit memunculkan peran pengambil inisiatif di dalam kelompok. Kelompok heterogen memerlukan keragaman perlakuan tetapi mungkin dapat dimunculkan peran-peran pengambil inisiatif yang dapat meningkatkan dinamika dan produktivitas kelompok.
Pengelompokan peserta didik seperti itu akan bergantung kepada tujuan pembelajaran. Jika pembelajaran itu lebih terarah kepada upaya memberikan pcrlakuan khusus seperti remedial dan pengayaan, kelompok homogen mungkin akan lebih efektif. Akan tetapi jika pembelajaran itu dimaksudkan untuk mempelajari topik-topik tertentu, apalagi sekaligus ingin menyentuh perkemhangan, non -kognitif kelonipok heterogen mungkin aken lebih efektif.
Ada beberapa keuntungan baik bagi peserta didik maupun guru dengan bekerja daam keompok kecil, yaitu: (1) pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik dalam kelompok, (2) guru dapat memantau pekerjaan peserta didik secara langsurig dan memberikan balikan sesegera rnungkin, (3) peserta didik yang lamban dan pemalu akan lebih berani bertanya dalam kelempok kecil, (4) peserta didik akan lebih mampu bertahan menghadapi tugas dan berperilaku ajek karena mereka selalu tersentuh olch kendali guru, dan (5) peserta didik merasa lehih bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugarnya di dalam kelompok kecil.
Dapat dikatakan bahwa pengelompokan peserta didik seperti ini tidak mengubah tugas guru, dan mengakhkan tanggung jawab kepada peserta didik. Tugas esensial guru tetap dilakukan, bahkan guru harus menjadi lebih toleran terhaclap keragarnan individual peserta didik serta menyiapkan sumber dan media pembelajaran yang dapat rnembantu efektivitas kegiatan kelompok.