Rabu, 15 Juni 2011

KAJIAN UPAYA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT MEMPERTAHANKAN NILAI TRADISINYA

KAJIAN UPAYA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT MEMPERTAHANKAN NILAI TRADISINYA (Studi Kasus : Kampung Naga dan Kampung Mahmud)

Oleh: IMAM INDRATNO

ABSTRAK

Jawa barat yang merupakan salah satu propinsi yang ada di Indonesia pun memiliki beraneka-ragam budaya. Keanekaragaman budaya di Jawa Barat dapat terlihat dari masih terdapatnya kampung adat yang memegang masih teguh budaya yang ada. Beberapa kampung adat yang ada di Jawa Barat kini menjadi salah satu objek wisata yang menarik. Dijadikannya kampung adat sebagai objek wisata menyebabkan terjadinya pergeseran kebudayaan-kebudayaan lokal. Didasarkan atas fenomena di atas maka makalah ini melakukan analisis untuk melihat sejauh mana masyarakat mampu menjaga dan mempertahankan nilai budaya yang ada dilihat dalam hal partisipasi. Hipotesa awal diketahui bahwa masyarakat mempertahankan kebudayaan lebih dikarenakan mereka menghormati dan menghargai kepada para leluhur mereka. Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Kampung Mahmud sudah mulai meninggalkan budayanya sedikit demi sedikit. Beberapa dengan masyarakat Kampung Naga yang tetap mempertahankan budayanya.

Key words: budaya, kampung adat, masyarakat


PENDAHULUAN

Propinsi Jawa Barat sudah sejak lama dikenal nilai-nilai budaya, khususnya kebudayaan Sunda. Istilah Sunda dan Jawa Barat pada dewasa ini telah memasuki kehidupan masyarakat indonesia yang menunjukan kepada pengertian kebudayaan, etnis, geografis, administrasi pemerintahan dan sosial. Kebudayaan Sunda tercermin dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat. Nilai-nilai budaya Sunda yang ada di Jawa Barat juga tercermin dari masih banyak ditemukannya kampung adat yang mempunyai ciri khas.
Perubahan sosial budaya pasti dialami setiap masyarakat. Tidak ada satu masyarakat yang dapat menghindari perubahan ini. Ada perubahan yang mencolok, ada yang kecil sekali sehingga tidak terlihat atau tidak terasa. Salah satu bentuk dari perubahan sosial budaya yang terarah dan direncanakan adalah modernisasi. Selain modernisasi perubahan sosial budaya juga menimbulkan dampak munculnya westernisasi yang sering disalahartikan sebagai modernisasi.
Saat ini, ditengah derasnya arus modernisasi banyak beberapa budaya yang hilang di Indonesia. Derasnya arus modernisasi juga mengancam beberapa kampung adat yang ada di Indonesia sehingga budaya yang ada terkikis sedikit demi sedikit. Salah satu kampung yang sudah mulai luntur nilai tradisinya yaitu Kampung Mahmud yang berlokasi di Kabupaten Bandung. Namun ada pula beberapa kampung adat di Jawa Barat yang masih mempertahankan nilai tradisinya hingga saat ini. Salah satu di antaranya yaitu Kampung Naga yang belkoasi di Kabupaten Tasikmalaya. Masyarakat Kampung Naga masih mempertahankan budaya yang ada hingga saat ini di tengah derasnya arus modernisasi.


TUJUAN

Tujuan dari adanya kegiatan studi ini yaitu teridentifikasinya upaya-upya masyarakat kampung adat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang ada dari adanya pengaruh modernisasi.

MOTIVASI
Prestasi
Bagi masyarakat Kampung Naga, mereka mempertahankan budaya yang ada dikarenakan adanya tanggung jawab mereka akan penghormatan terhadap leluhur serta adanya ancaman yang mengatakan bahwa bila tidak mengikuti aturan adat maka akan terkena marabahaya. Selain itu, maka sangat menghormati leluhurnya sehingga mereka terus mempertahankan budaya yang ada. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud pun mempertahankan budayanya karena adanya tanggung jawab terhadap leluhur. Mereka melakukan tanggung jawab tersebut karena khawatir bila tidak terus mempertahankan budayanya maka akan terkena marabahaya. Namun, pemikiran tersebut hanya tinggal pada segelintir masyarakatnya saja. Sebagian masyarakat Kampung Mahmud sudah menganggap bahwa mereka lebih memilih untuk hidup realistis dan mulai meninggalkan budaya yang ada.
Penghargaan
Masyarakat Kampung Naga sendiri tidak memberikan penghargaan kepada masyarakat Naga lainnya yang tetap mepertahankan tradisi yang ada. Hal ini dikarenakan Masyarakat Naga masih memiliki pemikiran yang sama yaitu mereka mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mempertahankan budaya yang ada kepada leluhurnya. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, adanya penghargaan terhadap masyarakat Kampung Mahmud lainnya yang terus mempertahankan budayanya membat beberapa masyarakat tetap mempertahankan budaya yang ada. Penghargaan yang didapatkan oleh masyarakat yang tetap mempertahankan tradisi yang ada yaitu berupa di angkatnya masyarakat itu menjadi salah satu kuncen di Kampung Mahmud.
Tantangan
Kebiasaan mereka untuk rutin melakukan aturan-aturan adat dan upacara-upacara adat menjadikan mereka sudah terbiasa dengan budaya yang ada. Mereka dikenalkan dengan budaya yang ada sejak masih dini, sehingga ada keharusan bagi mereka untuk terus melaksanakan budaya yang ada. Sekali saja mereka melanggar aturan adat atau tidak melaksanakan aturan adat, maka ada perasaan yang hilang dari diri mereka selain adanya ketakutan dari mereka akan datangnya marahbahaya akibat kemarahan leluhur seperti yang dimitoskan selama ini. Derasnya arus modernisasi, sedikit banyak mengganggu mereka dalam melaksanakan aturan adat. Ada beberapa masyarakat yang lebih memilih untuk meninggalkan budaya yang ada, hal itu terlihat dengan adanya beberapa masyarakat yang tidak memperkenalkan budaya yang ada dan budaya tersebut perlahan akan hilang.
Tanggung Jawab
Masyarakat kampung naga yang secara turun-temurun terus tinggal di wilayah naga, mengikuti kegiatan budaya terus-menerus. Dari kecil mereka di ajak untuk ikut terlibat dalam berbagai acara kebudayaan sehingga mereka sudah terbiasa dengan budaya yang ada dan mereka merasa ikut memiliki akan budaya yang ada. Dari rasa memiliki mereka, menjadikan mereka bertanggung jawab atas budaya yang ada. Begitupun bagi sebagian masyarakat kampung mahmud. Sebagian masyarakat masih mempertahankan budaya yang ada menganggap bahwa budaya yang ada menjadi tanggung jawab mereka untuk terus dijaga dan dilestarikan agar budaya tersebut akan hilang tergerus jaman.
Pengembangan
Bagi masyarakat Kampung Naga adanya aturan-aturan adat membuat masyarakat Kampung Naga sulit berkembang. Hal ini dikarenakan, adanya beberapa aturan seperti tidak diperbolehkannya listrik masuk yang membuat informasi sulit untuk masuk. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud mempunyai perkembnagan yang cukup signifikan. Hal tersebut ditandai dengan perubahan pola kehidupan sosial masyarakatnya. Kondisi ini diperkuat dengan mudahnya akses masyarakat menuju perkotaan dan masuknya informasi yang ada.
Keterlibatan
Masyarakat Kampung Naga berperan aktif dalam pembangunan kampungnya. Kondisi ini terlihat dari bebasnya masyarakat dalam mengeluarkan pendapatnya bagi kemajuan kampungnya. Sama dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud berperan dalam pembangunan kampungnya. Hal ini dapat terlihat dari bebasnya masyarakat dalam mengeluarkan pendapatnya bagi kemajuan kempungnya.

Kesempatan
Kesempatan berkembangnya bagi masyarakat Kampung Naga sangat kecil. Kondisi ini terkait dengan adanya peraturan adat yang “membelenggu” mereka. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, kesempatan berkembang bagi masyarakat adat Mahmud jauh lebih besar dikarenakan sudah mulai longgarnya aturan adat yang ada. Kesempatan untuk berkembang di kedua kampung berbeda. Bagi masyarakat Kampung Naga adanya aturan adat membuat mereka sulit berkembang. Sedangkan, bagi masyarakat Mahmud sudah longgarnya aturan adat yang ada membuat mereka lebih mudah untuk berkembang.

ASIMILASI
Syarat Terjadinya Asimilasi
Dalam proses asimilasi ada beberapa persyaratan yang akan mempengaruhi terjadinya asimilasi. Syarat terjadinya asimilasi diantaranya yaitu terdapatnya sejumlah kelompok yang memiliki kebudayan berbeda, terjadi pergaulan antar individu dan adanya kebudayaan yang saling menyesuaikan diri atau berubah. Syarat pertama dalam proses asimilasi yaitu terdapatnya sejumlah kelompok yang memiliki kebudayan yang berbeda. Masyarakat sekitar Kampung Naga masih merupakan warga keturunan leluhur Kampung Naga. Berbeda dengan Kampung Naga, sebagian wilayah Kampung Mahmud yang sudah diperjualbellikan bagi masyarakat umum mengakibatkan terdapatnya beberapa budaya yang berbeda di areal Kampung Mahmud. Di Kampung Naga hanya terdapat satu kelompok budaya masyarakat, berbeda dengan di Kampung Mahmud yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat. Sehingga, syarat terjadinya asimilasi di Kampung Naga belum memenuhi.
Selain terdapatnya sejumlah kelompok yang berbeda, syarat terjadinya asimilasi yaitu terjadinya pergaulan antar individu. Adanya perasaan saling membutuhkan dalam hidup bermasyarakat, membuat masyarakat kampung naga dan masyarakat sekitarnya terjadi interaksi yang positif. Masyarakat Kampung Mahmud tidak membedakan dengan siapa mereka bertetangga. Kedua masyarakat kampung adat dapat bersosialisasi dengan siapapun tanpa membedakan suku maupun budaya.
Syarat terakhir, yaitu danaya kebudayaan yang saling menyesuaikan diri. Masyarakat Kampung Naga menjunjung tinggi budayanya. Saat mereka berada di kampungnya mereka sangat bangga menjadi warga Kampung Naga, namun bila mereka sudah keluar dari Kampung Naga mereka akan menganggap diri mereka sama dengan masyarakat lainnya. Sudah mulai lunturnya budaya Kampung Mahmud mengakibatkan tipisnya perbedaan antara masyarakat kampung adat dan masyarakat sekitarnya.
Dari ketiga syarat di atas, Kampung Naga mempunyai pertahanan yang kuat untuk mempertahankan budayanya. Hal ini terlihat dari tidak adanya syarat yang terpenuhi untuk terjadinya asimilasi budaya. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud sudah lebih membuka diri terhadap budaya yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dengan terpenuhinya syarat-syarat terjadinya asimilasi budaya.
Faktor Pendorong Asimilasi
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya asimilasi, yaitu toleransi, kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi, kesediaan menghormati dan menghargai, sikap tebuka, persamaan unsur kebudayaan universal, adanya perkawinan antar kelompok yang berbeda serta mempunyai musuh yang sama. Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya asimilasi. Kehidupan masyarakat Kampung Naga dengan masyarakat sekitarnya tergolong teratur. Hal ini terjadi akibat timbal balik yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lain. Serupa dengan masyarakat Kampung Naga, kondisi Kampung Mahmud yang dijadikan sebagai wisata ziarah menyebabkan hubungan antara masyarakat adat dan masyarakat sekitar tergolong teratur.
Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya asimilasi. Mata pencaharian kedua masyarakat kampung adat dengan masyarakat sekitarnya mempunyai mata pencaharian yang sama. Mereka mempunyai persamaan dalam hal mata pencaharian sehingga gesekan-gesekan antara mereka jarang terjadi. Faktor lain yang mendukung terjadinya asimilasi budaya yaitu kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya. Masyarakat Kampung Naga pada dasarnya terbuka terhadap budaya luar, namun adanya batasan-batasan dan penghormatan kepada leluhur maka hingga saat ini mereka masih mempertahankan budayanya.
Adanya sikap terbuka dari masyarakat dapat membuat proses asimilasi budaya dapat terjadi. Selain itu, proses asimilasi budaya juga didukung oleh adanya persamaan unsur budaya universal masyarakat. Masyarakat Kampung Naga dan sekitarnya merupakan satu keturunan dari leluhur Naga. Adanya persamaan dalam unsur-unsur kebudayan mereka mengakibatkan masyarakat Kampung Mahmud dan masyarakat sekitarnya dapat hidup berdampingan. Persamaan tersebut terlihat karena kampung mahmud merupakan salah satu kampung yang berbeda di wilayah sunda, sehingga pola hidup masyarakat mereka dari zaman dahulu tidak jauh berbeda.
Terjadinya perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya dapat menimbulkan asimilasi budaya secara perlahan. Masyarakat Kampung Naga tidak terikat secara langsung terhadap masalah perkawinan. Mereka bebas memilih jodohnya masing-masing selama jodoh tersebut beragama Islam. Masyarakat kampung mahmud tidak terikat secara langsung terhadap masalah perkawinan. Mereka bebas memilih jodohnya masing-masing selama jodoh tersebut beragama Islam. Namun, karenaleluhur dan sebagian besar masyarakat kampung adat beragama Islam maka mereka pun harus menikah dengan yang beragama Islam juga.
Salah satu pendorongnya yaitu terdapatnya musuh yang sama dalam masing-masing kelompok masyarakat. Masyarakat Kampung Naga yang mayoritas beragama Islam sangat menjunjung tinggi agamanya. Sehingga musuh mereka adalah segala bentuk perbuatan yang dibenci oleh Allah seperti berjudi, meminum-minuman keras serta berjinah. Masyarakat Kampung Mahmud yang mayoritas beragama Islam sangat menjunjung tinggi agamanya. Sehingga musuh mereka adalah segala bentuk perbuatan yang dibenci oleh Allah seperti berjudi, meminum-minuman keras serta berjinah. Karena sebagian besar masyarakat kedua kampung beragama Islam, begitu pun masyarakat sekitarnya. Maka, musuh mereka dalam menjalani hidup pun sama yaitu hal-hal yang tidak boleh dalam agama Islam.
Dari beberapa faktor pendorong asimilasi, hampir semua faktor pendorong asimilasi memenuhi syarat untuk terjadinya asimilasi di kedua kampung adat. Namun, adanya aturan-aturan adat yang ada di Kampung Naga, membuat masyarakat Kampung Naga terbelenggu oleh aturan-aturan yang ada sehingga proses asimilasi sulit diwujudkan di Kampung Naga. Berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang sudah berubah. Masyarakat Kampung Mahmud mulai memikirkan budaya-budaya yang masuk sehingga terjadi pergeseran budaya yang ada dengan adanya budaya-budaya yang baru.
Faktor Penghalang Asimilasi
Adanya kelompok yang terisolasi dapat mengakibatkan faktor penghalang bagi terjadinya proses asimilasi. Masyarakat Kampung Naga tidak merasa bahwa mereka terisolasi, karena mereka manganggap mereka sama dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini dapat terlihat dengan mudahnya mereka beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam hidup bertetangga dan belum pernah terjadinya gesekkan antara masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, warga kampung mahmud tidak pernah menganggap mereka sebagai suatu kelompk yang terisolasi. Begitu pula masyarakat sekitar, menganggap bahwa ada yang terisolasi maupun adanya kelompok dominan. Masyarakat kedua kampung sangat terbuka akan hal baru.
Sebagian besar masyarakat biasanya terbelenggu oleh budaya yang lama, sehingga budaya yang masuk kurang untuk diminati akibat kurangnya pengetahuan mengenai budaya yang baru. Masyarakat kampung naga merupakan suatu bentuk perwujudan masyarakat yang terbuka terhadap budaya luar selama budaya luar tersebut tidak bertolak belakang dengan aturan adat yang ada. Karena adanya aturan adat, maka tidak semua budaya yang baru mereka terima akan mereka lakukan karena mereka menganggap bila budaya tersebut tidak sesuai maka mereka sama dengan tidak menghormati leluhur. Berbeda dengan kampung mahmud, mereka terbuka dengan budya luar. Selama budaya luar tidak bertolak belakang dengan agama mereka , mereka terima dan mereka mengikutiya.
Karena kurangnya pengetahuan terhadap budaya yang baru, sehingga timbul prasangka negatif mengenai budaya yang baru. Bagi masyarakat Kampung Naga, mereka terbuka akan budaya luar, namun ada beberapa batasan yang tidak mungkin mereka langgar dalam berkehidupan. Sehingga beberapa budaya luar yang masuk mereka tolak karena tidak sesuai dengan adat dan budaya mereka. Berbeda dengan Kampung Mahmud, mereka terbuka dengan budaya luar. Selama budaya luar tidak bertolak belakang dengan agama mereka, mereka terima dan mereka mnegikutinya. Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud selalu menerima semua budaya yang masuk. Bahkan sebagian warganya sudah mulai mengikuti budaya tersebut. Perbedaan antar dua kampung memang tidak terlalu mencolok.
Kebanggaan berlebihan terhadap suatu budaya sudah merupakan salah satu faktor penghambat terjadinya asimilasi budaya. Masyarakat Kampung Naga sangat menjunjung tinggi nilai budaya mereka. Namun karena adanya lembaga masyarakat serta tingginya nilai toleransi yang ada maka gesekan antar budaya jarang terjadi. Masyarakat kampung mahmud merupakan suatu masyarakat yang dibatasi oleh adanya suatu budaya leluhur. Hingga saat ini mereka bangga sebagai warga Mahmud, namun kebangga tersebut tidak mereka perlihatkan secara berlebihan.
Perbedaan ciri fisik dapat menjadi salah satu faktor penghambat terjadinya proses asimilasi. Secara fisik, masyarakat Kampung Naga sama dengan masyarakat sekitarnya. Sehingga bila dilihat selintas mereka sama, seperti masyarakat Sunda pada umumnya. Secara fisik, masyarakat Kampung Mahmud sama dengan masyarakat sekitarnya. Sehingga bila dilihat selintas mereka sama, seperti masyarakat Sunda pada umumnya.
Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan mengakibatkan sulitnya proses asimilasi terjadi di beberapa kampung adat. Masyarakat Kampung Naga sangat percaya bahwa mereka terikat kuat oleh darah leluhur mereka. Sehingga sulit bagi mereka untuk melepaskan diri dari budaya yang ada. Masyarakat Kampung Mahmud menganggap bahwa budaya hanyalah sebuah warisan dari leluhur mereka. Bagi sebagian masyarakat Mahmud, dengan hanya mengadakan upacara memandikan keris setiap tahunnya sudah cukup untuk menghargai warisan leluhur.
Gangguan terhadap golongan minoritas biasanya terjadi bila dalam suatu wilayah terdapat dua golongan yaitu golongan minoritas dan mayoritas. Selama hidup bermasyarakat, warga Kampung Naga sangat menghargai masyarakat luar sehingga mereka tidak saling mengganggu. Tetapi mereka saling mengisi dan bergotong royong dalam bermasyarakat. Selama hidup bermasyarakat, warga Kampung Mahmud sangat menghargai masyarakat luar sehingga mereka tidak saling mengganggu. Tetapi mereka malah saling menghargai membuat masyarakat kampung adat sangat menjaga perasaan masyarakat sekitarnya. Sehingga mereka dapat hidup berdampingan.

PARTISIPASI
Partisipasi memiliki 4 konsep pengertian yaitu suara, akses, ownership dan kontrol. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan dapat memelihara konsep budaya yang ada serta keberlangsungan budaya akan terus terjaga.
1. Suara
dalam mengaspirasikan pendapat, masyarakat kedua kampung sama-sama memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Namun, perbedaan terlihat kepada siapa masyarakat menyampaikan pendapat. Masyarakat Kampung Naga menyampaikan pendapat melalui pemuka adat sedangkan masyarakat Kampung Mahmud biasanya menyampaikan aspirasi langsung kepada RT atau RW setempat.
2. Akses
dalam mengaspirasikan pendapat, masyarakat kedua kampung sama-sama memiliki akses yang mudah dalam mengemukakan pendapat. Namun, perbedaan terlihat kepada siapa masyarakat menyampaikan pendapat. Masyarakat kampung naga menyampaikan pendapat melalui pemuka adat sedangkan masyarakat kampung mahmud biasanya menyampaikan aspirasi langsung kepada RT atau RW setempat.
3. Ownership
Masyarakat kedua kampung sangat menjaga kampungnya dari bahaya luar. Namun, yang membedakan antara dua kampung yaitu bila masyarakat Kampung Naga masih mempercayai pada kuncen dan pemuka adat untuk memelihara kampung mereka sedangkan bagi masyarakat Kampung Mahmud mereka lebih memilih untuk bersama-sama menjaga kampungnya.
4. Kontrol
Perbedaan antara dua kampung terlihat dalam sistem kontrol masyarakat. Bagi masyarakat kampung naga masyarakat manilai dan melakukan kontrol di bantu oleh pemuka adat, sedangkan bagi masyarakat kampung mahmud tidak ikut dalam mengawasi perkembangan tradisi kampungnya. Kuncen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh beberapa pemuka adat, sehingga yang mengontrol kegiatan masyarakat adalah pemuka adat. Dibandingkan kuncen, pemuka adat lebih memahami kondisi masyarakat di banding kuncen. Untuk mengontrol jalannya pemerintah lokal, masyarakat mahmud kurang mendapat kesempatan itu. Hal ini lebih dikarenakan masyarakat mahmud sudah banyak bergeser dari budaya yang ada.


BENTUK PERTAHANAN MASYARAKAT KAMPUNG ADAT
Masyarakat adat mempunyai bentuk pertahanan. Bentuk pertahanan masyarakat di tiap kampung adat berbeda-beda. Bentuk pertahanan kampung adat dapat dilihat dari adanya upacara adat dan aturan-aturan adat yang membatasi mereka. Pandangan hidup masyarakat adat berbeda dengan masyarakat biasanya. Kehidupan masyarakat adat biasanya dilandasi dengan adanya aturan-aturan adat yang dijadikan pandangan hidupnya. Selain aturan-aturan adat yang dijadikan pandangan hidup oleh masyarakat adat, upacara adat juga manjadi salah satu bentuk atau upaya masyarakat untuk tetap mempertahankan budayanya.
Upacara adat merupakan salah satu ajang bentuk rasa syukur terhadap tuhan YME dan leluhurnya serta sebagai ajang silaturahmi. Selain itu juga pelaksanaan upacara adat dimaksudkan sebagai suatu bentuk pengawasan masyarakat terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu dengan adanya upacara adat dapat dijadikan sebagai suatu motivasi masyarakat adat untuk mempertahankan kondisi lingkungannya.
Berbeda dengan masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Mahmud hanya melibatkan anak-anak dalam beberapa upacara adat saja. Hal tersebut mengakibatkan mulai memudarnya upacara-upacara adat yang dilakukan di Kampung Mahmud. Selain tidak melibatkan anak-anak, masyarakat kampung mahmud pada dasarnya sudah mulai memikirkan kendala ekonomi. Karena setiap upacara adat yang dilakukan membutuhkan biaya lebih dibandingkan dengan tidak menggunakan upacara adat.
Selain upacara adat, ada juga aturan-aturan adat yang membatsi mereka untuk mempertahankan adat istiadatnya. Aturan adat (pamali) yang hingga saat ini masih tetap dipatuhi oleh masyarakatnya. Aturan adat yang hingga saat ini masih dipegang teguh dianggap dapat menjaga suatu keseimbangan antara manusia, alam dan Tuhan. Aturan adat ini merupakan sebagai suatu bentuk motivasi terhadap masyarakat sebagai suatu bentuk pengendalian terhadap keseimbangan antara manusia, alam dan Tuhan.
Masyarakat Kampung Naga masih memegang teguh aturan-aturan adatnya. Mereka mengenalkan aturan-aturan adat mulai dari usia dini. Hal ini menyebabkan masyarakat sudah terbiasa dengan aturan-aturan yang ada. Adanya pengenalan aturan adat sejak dini membuat masyarakat takut untuk melanggar karena sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan adanya aturan-aturan adat tersebut.
Berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud, sebagian besar dari mereka dikenalkan aturan adat saat mereka beranjak remaja. Sehingga mereka sudah terlanjur mengenal budaya luar dari luar kampungnya. Hal ini dikarenakan mereka banyak yang bersekolah di luar Kampung Mahmud, sehingga masuknya budaya luar pada diri anak-anak mereka semakin mudah. Selain itu, adanya masyarakat luar yang tinggal di Kampung Mahmud juga mengakibatkan aturan-aturan adat terus habis dimakan waktu. Masyarakat luar lebih berpikiran modern dibandingkan dengan masyarakat adat. Namun, ada pula masyarakat yang mempertahankan budayanya dengan alasan takut terkena musibah sedangkan masyarakat yang sudah mulai melupakan budayanya manganggap bahwa musibah datangnya dari Tuhan YME.
Selain sistem tata nilai, prosedur dalam penyampaian pendapat pun pada kampung adat mempunyai suatu aturan yang tidak tertulis. Pada Kampung Naga msyarakat yang akan menyuarakan aspirasinya disampaikan kepada pelaku adat, yang kemudian pemuka adatlah yang menyampaikan kepada kuncen. Berbeda dengan Kampung Mahmud, prosedur penyampaian sudah sama dengan masyarakat pada umumnya yaitu langsung menyuarakannya kepada ketua RT lalu dimusyawarahkan untuk mendapatkan hasilnya.
Menghadapi masuknya arus modernisasi melalui para pendatang, baik Kampung Naga dan Kampung Mahmud mempunyai suatu cara untuk beradaptasi sendiri. Kampung Naga mempunyai auatu aturan adat yang dapat dijadikan sebagai suatu pengendali. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga secara garis besar merupakan suatu bentuk perlindungan diri mereka kepada pengaruh luar agar tetap menjaga adat istiadat peninggalan leluhur mereka. Berbeda dengan Kampung Mahmud, masuknya para pendatang mengakibatkan terjadinya kelunturan budaya adat. Adaptasi yang masyarakatnya lakukan disesuaikan dengan kondisi para pendatang. Hal ini mengakibatkan lambat laun semakin lunturnya kebudayan yang menjadi peninggalan leluhur mereka. Masuknya arus modernisasi mengakibatkan terjadinya kelunturan budaya masyarakat. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimanakah strategi yang dapat dilakukan oleh masyarakat kampung adat untuk tetap bertahan ditengah majunya arus modernissasi ini.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Motivasi masyarakat adat dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat Kampung Naga yang terus mempertahankan tradisi yang ada, berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang sudah sedikit keinginan mereka untuk mempertahankan tradisi yang ada. Pada masyarakat Kampung Mahmud terdapat penghargaan bagi masyarakatnya yang terus mempertahankan tradisi yang ada dengan mengangkatnya menjadi kuncen, sedangkan bagi masyarakat Kampung Naga tidak ada penghargaan bagi masyarakatnya yang mempertahankan tradisi yang ada. Untuk mengurangi derasnya tantangan yang ada, masyarakat Kampung Naga menyaring setiap budaya baru yang masuk berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang tidak menyaring setiap budaya yang masuk sehingga budaya yang ada mudah hilang.
Kedua masyarakat adat sama-sama bertanggung jawab atas tradisi yang ada kepada leluhur mereka. Bagi beberapa masyarakat adat, tradisi yang ada harus tetap dijaga dan dilestarikan. Bagi masyarakat Kampung Naga, mereka sulit untuk berkembang karena dibatasi oleh adanya aturan-aturan adat yang membelenggu mereka. Berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang sudah mulai meninggalkan budaya yang ada sehingga mereka lebih bebas untuk berkembang.
Kedua masyarakat kampung adat sama-sama berperan aktif dalam pengembangan kampungnya. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang selalu dilibatkan dalam setiap pelaksanaan aturan adat dan upacara adat. Kedua masyarakat kampung adat memiliki kesempatan yang sama dalam pengembangan kampungnya. Hal ini terlihat dari dilibatkannya masyarakat dalam setiap pelaksanaan aturan adat dan upacara adat.
2. Asimilasi budaya terjadi atas dasar tiga syarat. Dari ketiga syarat terjadinya asimilasi budaya, masyarakat Kampung Naga mempunyai pertahanan yang kuat untuk mempertahankan budayanya. Hal ini terlihat dari tidak adanya syarat yang terpenuhi untuk terjadinya asimilasi budaya. Berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud sudah lebih membuka diri terhadap budaya yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dengan terpenuhinya syarat-syarat terjadinya similasi budaya.
Selain syarat, adapula faktor pendorong dan faktor penghambat asimilasi. Dari beberapa faktor pendorong asimilasi, hampir semua faktor pendorong asimilasi memenuhi syarat untuk terjadinya asimilasi di kedua kampung adat. Namun, adanya aturan-aturan adat yang ada di Kampung Naga, membuat masyarakat Kampung Naga terbelenggu oleh aturan-aturan yang ada sehingga proses asimilasi sulit diwujudkan di Kampung Naga. Berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang sudah berubah. Masyarakat Kampung Mahmud mulai memikirkan budaya-budaya yang masuk sehingga terjadi pergeseran budaya yang ada dengan adanya budaya-budaya yang baru.
Dari beberapa faktor penghalang asimilasi, hampir semua faktor penghalang asimilasi memenuhi syarat untuk terjadinya asimilsi di kedua kampung adat. Namu, adanya aturan-aturan adat yang ada di kampung naga, membuat masyarakat kampung naga terbelenggu oleh aturan-aturan yang ada sehingga proses asimilasi sulit diwujudkan di kampung naga. Berbeda dengan masyarakat kampung mahmud yang sudah berubah. Masyarakat kampung mahmud mulai memikirkan budaya-budaya yamg masuk sehingga terhadi pergeseran budaya yang ada dengan adanya budaya-budaya yang baru.
3. Partisipasi masyarakat adat dalam mengaspirasikan pendapat, masyarakt kedua kampung sama-sama memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Selain itu dalam mengaspirasikan pendapat, masyarakat kedua kampung sama-sama memiliki akses yang mudah dalam mengemukakan pendapat.
Masyarakat kedua kampung sangat manjaga kampungnya dari bahaya luar. Namun, yang membedakan antara dua kampung yaitu bila masyarakat Kampung Naga masih mempercayai kepemilikan tanah kepada adat, sedangkan Masyarakat Mahmud sudah tercampur antara kepemilikan tanah adat dengan pribadi sehingga masyarakat luar bebas untuk tinggal di Kampung Mahmud. Perbedaan antara dua kampung terlihat dalam sistem kontrol masyarakat. Bagi masyarakat Kampung Naga menilai dan melakukan kontrol di bantu oleh pemuka adat, sedangkan bagi masyarakat Kampung Mahmud lebih bersikap tidak perduli dalam mengontrol kampungnya.
4. Bentuk pertahanan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga untuk mempertahankan budayanya yaitu:
a. Mengajak anak-anak ikut serta dalam berbagai upacara adat dan aturan adat mulai diterapkan dari sejak dini sehingga mereka terbiasa. Selain itu, masyarakat Kampung Naga juga masih memegang teguh kepercayaan terhadap leluhur sehingga budaya yang ada tidak luntur seiring berkembangnya jaman. Berbeda dengan masyarakat kampung mahmud yang tidak mengikut sertakan anak-anak dalam upacara adat dan penerapan aturan adat yang mengakibatkan lunturnya budaya yang ada. Selain itu, berubahnya pandangan hidup masyarakat kampung mahmud mengenai kehidupan membuat mereka lebih mengutamakan sesuatu untuk kelangsungan hidup mereka, sekiranya ada sesuatu yang tidak bermanft maka akan mereka tinggalkan.
b. Masih kuatnya kontrol oleh lembaga adat yang ada menyebabkan masih bertahannya tradisi di Kampung Naga, berbeda dengan masyarakat Kampung Mahmud yang sudah melemah sistem kontrolnya.
Rekomendasi
Selain kesimpulan tentang upaya masyarakat dalam mempertahankan budaya kampung adat, adapun rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Perlu adanya suatu pelestarian kebudayaan sunda. Hal ini perlu diperhatikan baik oleh dinas yang terkait maupun oleh masyarakat karena nilai-nilai budaya sunda pada saat ini telah tergantikan oleh nilai-nilai yang bersifat dapat merusak. Sehingga dengan adanya pelestarian kebudayaan, diharapkan budaya sunda tidak hilang begitu saja sesuai dengan falsafah sunda “hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke. Aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana eatang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catagna” yang mempunyai arti ada sekarang, jika tidak ada dulu maka sekarang juga tidak ada.
2. Banyaknya wisatawan yang masuk menuju kampung adat, menyebabkan sedikit demi sedikit pola hidup masyarakat kampung adat akan berubah. Sehingga, untuk mengurangi dampak tersebut perlu dibuat replika kampung adat. Replika ini dibuat sedemikian rupa manyamai kampungan adat sehingga wisatawan tidak perlu datang langsung ke kampung adat yang sebenarnya untuk mengurangi dampak adanya perubahan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Bustomi, Ahmad Gibson. 2005. Sunda : Hegemoni Kekuasaan dan Sejarah Budayanya Sebuah Pertanyaan Bagi Berdirinya Negara Pasundan. www.sundanet.com
2. AMGD. 2003. Budaya-Kampung Naga. www.navigasi.net
3. Antonius Sp. 2003. Berwisata Budaya di Kampung Naga. Harian Umum Sore Sinar Harapan Rabu 09 April. Jakarta.
4. Asep Setiawan dan U Syahbudin. 2006. Cerita Rakyat Jawa barat Masyarakat Kampung Naga. Pustaka Setia. Bandung.
5. Den Upa Rombelayuk. Kelembagaan Masyarakat Adat Desa Di Tana Toraja Sulawesi Selatan. www. Google.co.id
6. Edi S. Ekadjati. 2005. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah (Jilid Esther Kuntjara. 2006. Penelitian Kebudayaan Sebuah Penduan Praktis. Yogyakarta. Graha Ilmu). Pustaka jaya. Bandung
7. Eksistensi Teater Tradisional di Indonesia Dalam Era Globalisasi. http://www.geocities.com/sloch/sasbud.htm
8. Her Suganda. 2006. Kampung Naga Mempertahankan Tradisis. Kiblat. Bandung.
9. Hida Perbatasari. 2008. Ritual Adat Kampung Naga. www. Kabarindonesia.com
10. Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Humanipora. Bandung.
11. Indratno, Imam. Sebuah Kajian Filosofi Teoritis, Gelombang Ke-4 Tradisi Perencanaan.
12. Koenjaraningrat. 1981. Kebudayaan Mentalist Dan Pembangunan. Gramedia. Jakarta.
13. Melestarikan Hutan Ala Suku Naga. www.intisari.net
14. Rif’ati, Heni Fajria, Toto Sucipto. 2002. Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat.
15. Sa’adah, Lala. 2005. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Di Hotel Savoy Homann Bidakara Bandung. Skripsi. Program Studi Kekhususan Manajemen Pariwisata, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI-AKTRIPA.
16. Suku Naga (1) Mitologi Kampung Naga Di Tasik. www.jabar.go.id
17. Upacara Adat Kampung Naga. www.wikipedia.com
18. Wattimena A.A Reza. 2008. Filsafat dan Sains (Sebuah Pengantar). Grasindo. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.