A. SEJARAH SINGKAT ALFRED ADLER
Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Februari 1870 di Wina (Austria) dan wafat pada tanggal 28 Mei 1937 di Aberdeen (Skotlandia). Ia adalah seorang Yahudi yang lahir dari keluarga yang termasuk dalam status sosial ekonomi kelas menengah pada saat itu. Adler ketika berusia 5 tahun terkena penyakit pneumonia (radang paru-paru) yang mendorong dia untuk memerangi penyakitnya hingga berhasil meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Vienna . Ia akhirnya dikenal sebagai seorang ahli penyakit dalam.
Adler di Wina dari keluarga pedagang yang berada. Sejak kecil ia sakit-sakitan dan hal ini menumbukan cita-cita untuk menjadi seorang dokter. Pada tahun 1895 ia lulus kedokteran dari Universitas Wina, lalu berpraktek sebagai dokter mata sebelum akhirnya menekuni bidang psikiatri dan menjadi psikiater.
Tahun 1898, ia menulis buku pertamanya yang memfokuskan pada pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari sudut pandang individu sebagai pribadi bukan mem-bagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Pada tahun 1902, ia mendapat tawaran kerjasama dari Freud untuk bergabung dalam kelompok diskusi untuk membahas masalah psikopatologi. Adler akhirnya ikut bergabung dan kemudi-an menjadi pengikut setia Freud, namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1907, Adler menulis sebuah paper berjudul "Organ Inferiority" yang menjadi pemicu rusaknya hubungan Freud dengan Adler. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal.Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena mendorong manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan).Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tsb.Adler juga tidak sependapat dengan teori psikoseksual Freud.
Pada tahun 1911, Adler meninggalkan kelompok diskusi, bersama dengan delapan orang koleganya, dan mendirikan sekolah sendiri. Sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Freud.Ia kemudian membentuk kelompoknya sendiri, yang kemudian dikenal sebagai Psikologi Individual dan yang menarik pengikut dari seluruh dunia. Pada tahun 1935 Adler menetap di Amerika Serikat di mana ia meneruskan praktiknya sebagai psikiater dan menjadi profesor dalam psikologi medis di Long Island College of Medicine.
Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.
B. Struktur Kepribadian
Manusia adalah mahluk sosial. Bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat terbagi-bagi, tampaknya sudah jelas bagi kita. Hal ini merupakan arti pertama dari ucapan "manusia adalah mahluk individual ". Mahluk individual berarti mahluk yang tidak dapat dibagi-bagi (in-dividere).
Aristoteles seakan-akan berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja sendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, berkembang biak; kemampuan sensitif: bergerak mengamati-amati, bernafsu, dan berperasaan; berkemampuan intelektif: berkemampuan dan berkecerdasan.
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makan, minuman, dan lain-lain.
Manusia, selain mahluk individual yang sebenarnya tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya, sekaligus juga merupakan mahluk sosial. Hal ini pun sebenarnya tidak perlu dibuktikan. Disamping itu manusia merupakan mahluk yang bertuhanan. Hal terakhir juga tidak perlu dibuktikan lagi, sebab bagi manusia terutama Indonesia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas sulit menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia dan segi khas bagi manusia pada umumnya.
Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan interior, perasaan yang menggerakkan orang untuk bergerak atau berjuang menjadi superioritas atau menjadi sukses. Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi superior, dan individu yang sehat termotivasi untuk mensukseskan umat manusia.
C. Pokok-Pokok Teori Adler
Teori kepribadian Adler sangat ekonomis dalam arti bahwa sedikit konsep dasar menopang seluruh struktur teoretisnya. Karena itu, segi pandangan Adler dapat dengan cepat disajikan secara ringkas dalam sejumlah kecil rubrik, yakni:
(1) finalisme flktif,
(2) perjuangan ke arah superioritas,
(3) Individualitas sebagai pokok persoalan
(4) Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
(5) Dua Dorongan Pokok
(6) perasaan inferioritas (rendah diri) dan kompensasi,
(7) minat sosial,
(8) gaya hidup,
(9) diri kreatif.
1. Finalisme fiktif
Finalisme Fiktif (Finalisme Semu) Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi oleh filsafat "seakan‑akan" yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang bedudul Die Philosophie des Als Ob (1911). Vaihinger mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita‑cita atau pikiran yang semata‑mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya dalam realitas. Gambaran‑gambaran semu yang demikian itu misalnya: "Semua manusia ditakdirkan sama", Kejujuran adalah politik yang paling baik", "tujuan mengesahkan alat” dan sebagainya. Gambaran‑gambaran semu itu memungkinkan manusia untuk menghadapi realitas dengan lebih baik. Gambaran‑ gambaran semu tersebut adalah praduga-praduga penolong, yang apabila kegunaannya sudah tidak ada lagi lalu dapat dibuang.
Adler mengambil ajaran filsafat positivisme idealistis yang bersifat pragmatis itu dan disesuaikannya dengan pendapatnya sendiri. Di dalam filsafat Vaihinger itu Adler menemukan pengganti determinisme historis Freud yang menekankan faktor konstitusio-nal serta pengalaman masa kanak‑kanak; Adler menemukan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan‑harapannya terhadap masa depan daripada pengalaman‑ pengalaman masa lampaunya. Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tak disadari, yang diperjuangkannya terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejar manusia itu mungkin hanya suatu fiksi, yaitu suatu cita‑cita yang tak mungkin direalisasikan, namun kendatipun demikian merupakan pelecut yang nyata bagi usaha manusia, dan karenanya juga merupakan sumber keterangan bagi tingkah lakunya. Menurut Adler orang yang normal dapat membebaskan diri akhimya, dari fiksi ini, sedang orang yang neurotis tidak.
2. Perjuangan ke arah superioritas
Pada tahun 1908, Adler telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting daripada seksualitas. Kemudian impuls agresif itu. diganti dengan "hasrat akan kekuasaan". Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelemahan dengan sifat feminin. Pada tahap pemikiran inilah (kira‑kira tahun 1900) ia mengemukakan ide tentang "protes maskulin" suatu bentuk kompensasi berlebihan yang dilakukan baik oleh pria maupun wanita jika mereka merasa tidak mampu dan rendah diri. Kemudian, Adler menggantikan "hasrat akan kekuasaan" dengan "perjuangan ke arah superioritas" yang tetap dipakainya untuk seterusnya. Jadi ada tiga tahap dalam pemikiran Adler tentang tujuan final manusia, yakni: menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior.
Adler menegaskan bahwa superioritas bukan pengkotakan sosial, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tetapi superioritas yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi‑diri dari Goldstein. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia merupakan "dorongan kuat ke atas". Dari mana datangnya perjuangan ke arah superioritas atau kesempurnaan ini? Adler menyatakan bahwa perjuangan ini bersifat bawaan; bahwa ia merupakan bagian dari hidup; malahan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke tahap‑tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Adler mengakui bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma dengan beribu‑ribu cara yang berbeda‑beda, dan bahwa setiap orang mempunyai cara konkret masing‑masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan. Orang yang neurotik misalnya, memperjuangkan harga diri, kekuasaan, dan pemujaan diri ‑ dengan kata lain, memperjuangkan tujuan~tujuan egoistik atau mementingkan diri sendiri ‑ sedangkan orang normal memperjuangkan tujuan‑tujuan yang terutama bersifat sosial.
Adler menegaskan bahwa superioritas bukan pengkotakan sosial, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tetapi superioritas yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi‑diri dari Goldstein. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia merupakan "dorongan kuat ke atas". Dari mana datangnya perjuangan ke arah superioritas atau kesempurnaan ini? Adler menyatakan bahwa perjuangan ini bersifat bawaan; bahwa ia merupakan bagian dari hidup; malahan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke tahap‑tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Adler mengakui bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma dengan beribu‑ribu cara yang berbeda‑beda, dan bahwa setiap orang mempunyai cara konkret masing‑masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan. Orang yang neurotik misalnya, memperjuangkan harga diri, kekuasaan, dan pemujaan diri ‑ dengan kata lain, memperjuangkan tujuan~tujuan egoistik atau mementingkan diri sendiri ‑ sedangkan orang normal memperjuangkan tujuan‑tujuan yang terutama bersifat sosial.
3. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebetulan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu kongfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak yang khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
4. Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
Vaihinger mengemukakan, bahwa setiap manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya yang realitas.
5. Dua Dorongan Pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu :
a) Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat; dan
b) Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
6. Rasa Rendah Diri dan Kompensasi
Sejak mula‑mula menjadi dokter, Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi‑ fungsi jasmani yang kurang sempurna, hal ini dirumuskannya dalam Organ minderwertigheit und ihre psychische Kompensationen (1912). Mula‑mula dia menyelidiki tentang kenapakah apabila orang sakit itu menderita di daerah‑daerah tertentu pada tubuhnya; misalnya ada orang menderita sakit jantung, ada yang sakit paru‑paru, dan ada lagi yang sakit punggung, dan sebagainya. Jawab Adler ialah pada daerah‑daerah tersebut terdapat kekurangan‑kesempurnaan atau minderwertingkeit (inferiority), baik karena dasar maupun karena kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya dia menemukan bahwa orang yang mempunyai organ yang kurang baik itu berusaha mengkompensasikannya dengan jalan memperkuat organ tersebut melalui latihan‑latihan yang intensif. Contoh yang terkenal mengenai kompensasi terhadap organ yang kurang sempurna ini adalah Demosthenes yang pada masa kanak‑kanaknya menggagap, tetapi karena latihan‑latihan akhirnya menjadi orator yang paling ternama.
Segera setelah dia menerbitkan monograf tentang minder wertigkeit von organen Adler memperluas pendapatnya tentang rasa rendah diri itu: pengertian ini mencakup segala rasa kurang berharga yang timbul karena ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. Pada mulanya Adler menyatakan inferioritas itu dengan "kebetinaan" dan kompensasinya disebut "protes kejantanan", akan tetapi kemudian dia memasukkan hal itu kedalam pengertian yang lebih luas yaitu rasa diri kurang atau rasa rendah diri (Inferioritas) yang timbul karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam bidang penghidupan apa saja. Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf perkembangan itu timbul lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya.
Adler berpendapat bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih‑lebih sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa Adler bukanlah seorang hedonist; kendatipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya rasa rendah diri tidak mesti berarti datangnya kenikmatan. Bagi Adler tujuan manusia bukanlah mendapatkan kenikmatan, akan tetapi mencapai kesempurnaan.
7. Dorongan Kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing atau dilatih. Gambaran tentang manusia sempurna hidup dalam masyarakat sempurna menggantikan gambaran manusia kuat, agresif dan menguasai serta memeras masyarakat.
Pada tahun‑tahun permulaan perumusan teorinya, ketika ia mengemukakan hakikat manusia yang agresif dan haus kekuasaan serta ide tentang protes maskulin sebagai suatu bentuk kompensasi berlebihan atas kelemahan feminin, Adler dikritik dengan tajam karena ia menekankan dorongan‑dorongan yang bersifat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan motif‑motif sosial.
Adler, seorang pembela keadilan sosial dan penyokong demokrasi sosial, memperluas konsepsinya tentang manusia dengan memasukkan faktor minat sosial (1939). Meskipun minat sosial terjelma dalam bentuk‑bentuk seperti kerjasama, hubungan antarpribadi dan hubungan sosial; identifikasi dengan kelompok, empati dan sebagainya, namun makna istilah itu sendiri jauh lebih luas daripada hal‑hal ini. Menurut artinya yang terdalam, minat sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya masyarakat yang sempurna. "Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan yang tak dapat dielakkan bagi semua kelemahan alamiah manusia 'lndividual".
Setiap orang berada dalam suatu konteks sosial sejak hari pertama hidupnya. Kerjasama terwujud dalam hubungan antara bayi dan ibunya, dan sejak itu sang pribadi terus‑menerus terlibat dalam jalinan hubungan antarpribadi yang membentuk kepribadiannya dan memberikan penyaluran‑penyaluran konkret bagi perjuangan ke arah superioritas. Perjuangan ke arah superioritas menjadi tersosialisasikan; cita‑cita akan suatu masyarakat yang sempurna menggeser ambisi yang bersifat murni pribadi dan keuntungan yang bersifat mementingkan diri sendiri. Dengan bekerja demi kepentingan umum, manusia melakukan kompensasi bagi kelemahan‑kelemahan individualnya sendiri.
Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan dan latihan. Karena ia yakin akan pentingnya pendidikan, maka Adler menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak‑kanak, menyempurnakan sekolah-sekolah, dan mendidik masyarakat tentang cara‑cara. yang tepat untuk mengasuh anak‑anak.
Menarik untuk menelusuri dalam tulisan‑tulisan Adler perubahan pasti meski secara gradual pada konsepsinya tentang manusia sejak tahun‑tahun awal kehidupan profesinya ketika ia masih bersekutu dengan Freud sampai tahun‑tahun kemudian sesudah ia memiliki reputasi internasional. Di mata Adler muda, manusia didorong oleh nafsu akan kekuasaan dan dominasi yang tak terpuaskan untuk mengkompensasikan suatu perasaan inferioritas yang dalam dan tersembunyi. Di mata Adler tua, manusia dimotivasikan oleh minat sosial bawaan yang menyebabkan ia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Gambaran tentang manusia sempurna yang hidup di.tengah suatu masyarakat yang sempurna menggantikan gambaran tentang manusia perkasa, agresif yang menguasai serta mengeksploitasi masyarakat. Minat kemasyarakatan menggantikan minat yang bersifat mementingkan diri."Dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian" ( Adler, 1946, p. 45.)
8. Gaya Hidup
Setiap orang mempunyai tujuan sama, yakni superioritas, namun cara untuk mengejar tujuan ini tak terhingga jumlahnya. Orang yang satu berusaha menjadi superior dengan mengembangkan inteleknya, yang lain mengerahkan segenap usahanya untuk mencapai kesempurnaan otot. Gaya hidup terbentuk sangat dini pada masa kanak‑kanak, pada usia 4 atau 5 tahun, dan sejak itu pengalaman‑pengalaman diasimilasikan dan digunakan seturut gaya hidup yang unik ini. Sikap, perasaan, apersepsi terbentuk dan menjadi mekanik pada usia dini, dan sejak itu praktis gaya hidup tidak bisa berubah. Orang mungkin memperoleh cara‑cara baru untuk mengungkapkan gaya hidupnya yang unik, tetapi cara‑cara ini hanya merupakan contoh‑contoh konkret dan khusus dari gaya hidup dasar sama yang terbentuk pada usia awal.
Adler menyatakan bahwa gaya hidup sebagian besar ditentukan oleh inferioritas‑inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup, merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal‑hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang bodoh akan berjuang mencapai superioritas intelektual.
9. Diri yang Kreatif
Diri yang kreatifitas adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialah karena orang tidak dapat menyaksikan secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya.
Konsep ini merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoretikus kepribadian. Ketika ia menemukan daya kreatif pada diri, maka semua konsepnya yang lain ditempatkan di bawahnya; akhirnya ditemukan juga penggerak utama, sendi sang filsuf, obat mujarab kehidupan, penyebab pertama semua tingkah laku manusia yang telah sekian lama dicari Adler. Diri kreatif yang bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian.
Seperti semua penyebab pertama yang lain, daya kreatif diri sulit digambarkan. Kita dapat melihat pengaruh‑pengaruhnya, tetapi kita. tidak dapat melihatnya. Diri kreatif merupakan jembatan antara stimulus‑stimulus yang menerpa seseorang dan respon‑respon yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus‑stimulus itu. Pada hakikatnya, doktrin tentang diri kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk kepribadiannya sendiri. Manusia membangun kepribadiannya dari bahan mentah hereditas dan pengalaman.
Diri kreatif adalah ragi yang mengolah fakta‑fakta dunia dan mentransformasikan fakta‑fakta ini menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik. Diri kreatif memberikan arti pada kehidupan; ia menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya. Diri kreatif adalah prinsip aktif kehidupan manusia, dan tidak berbeda dengan konsep jiwa yang lebih kuno itu.
Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh atau dorongan utama-dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan, dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba untuk hidup sesempurna mungkin.
Inferiorta bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walakupun ada unsur membandingkan kemampuan khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Superiorita, pengertiannya mirip dengan trandensi sebagai awal realisasi diri dari Jung, atau aktualisasi dari Horney dan Maslow. Superiorita bukan lebih baik dibanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik-menjadi semakin dekat dengan tujuan final.
Perasaan inferioritas ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sebagai mahluk kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan iri terus muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan.
Banyak orang yang berjuang menjadi superioritas dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Pembunuh, pencuri, pemain porno adalah contoh ekstrim yang berjuang hanya untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun pada umumnya perbuatan atau perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat sosial. Orang yang secara psikologi sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri sendiri menjadi perjuangan yang termotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan. Orang ini membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, melihat orang lain bukan sebagai saingannya akan tetapi sebagai rekan yang siap bekerjasama demi kepentingan sosial.
2. Kesatuan (Unity) Kepribadian
Adler memilih psikologi individu (individual psychology) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap manusia itu unik dan tidak dapat dipecah-pecahkan. Psikologi individual menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran, perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan kesatu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan.
3. Gaya Hidup
Adler juga dipengaruhi oleh Jan Smuts, filosofi dan negarawan Afrika Selatan. Menurut Smuts, kalaku ingin memahami orang lain, kita harus memahami dia dalam kesatuan yang utuh, bukan dalam bentuk yang terpisah-pisah, dan yang lebih penting lagi, kita harus memahaminya sesuai dengan konteks keadaan yang melatari orang tersebut, baik fisik maupun sosial.
4. Kepentingan Sosial
Adler menganggap kepekaan sosial ini bukan sekedar bawaan sejak lahir dan bukan pula diperoleh hanya dengan cara dipelajari, melainkan gabungan keduanya. Kepekaan sosial didasarkan pada sifat-sifat bawaan dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap bertahan.
Di lain pihak, bagi Adler, tidak ada kesadaran sosial adalah sakit jiwa yang sesungguhnya. Segala bentuk sakit jiwa-neurotik, psikotik, tindak kriminal, narkoba, kenakalan remaja, bunuh diri, kemiskinan, prostitusi, dan lain-lain sebagainya- adalah penyakit-penyakit yang lahir akibat tidak adanya kesadaran sosial. Tujuan orang-orang yang mengidap penyakit ini adalah superioritas personal, keberhasilan dan kemenangan hanya berarti untuk mereka sendiri.
KESIMPULAN
Teori adler adalah teori yang memfokuskan pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari sudut pandang individu sebagai pribadi bukan membagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Berangkat dari teori tentang Inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior asalah universal.
Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hawan, manusia manusia tidak dilengkapi alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah yang justru membuat manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan). Serta membahas tentang striving for superiority yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini bersifat bawaan dan merupakan daya pengerak yang kuat bagi individu sepanjang hidup dan menyebabkan manusia selalu berkembsng kearah sempurna.
Manusia menurut struktur kepribadiannya merupakan makhluk social karena membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, makhluk individual yaitu makhluk yang tidak dibagi-bagi dan makhluk yang bertuhan yaitu mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan. Adler pun meringkas beberapa konsep dasar untuk menopang seluruh struktur teoritisnya, yaitu :
(1) finalisme flktif,
(2) perjuangan ke arah superioritas,
(3) Individualitas sebagai pokok persoalan
(4) Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
(5) Dua Dorongan Pokok
(6) perasaan inferioritas (rendah diri) dan kompensasi,
(7) minat sosial,
(8) gaya hidup,
(9) diri kreatif.
Adler pun mengungkapkan bahwa untuk mengatasi Inferioritas dan menjadi Superioritas ada beberapa hal yang harus dilakukan. Sedangkan arti Inferioritas adalah perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan dan Superioritas adalah berusaha menjadi lebih baik untuk menjadi semakin dekat dengan tujuan final. Inilah hal-hal yang perlu dilakukan :
2. Kesatuan (Unity) Kepribadian
3. Gaya Hidup
4. Kepentingan Sosial
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang :UUM Press, 2007
Walgito Bimo. Dr. Prof. Pengantar Psikologi Umum. Jogjakarta : ANDI, 2003
Sobur Alex, M. Si. Drs. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia, 2003
Boeree George. C. Dr. Personality Theories. Jogjakarta : PRISMASOPHIE, 2004
Suryabrata Sumadi. Ph.D., Ed.S., M.A., B.A., Drs. Psikologi Kepribadian. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta : 1982
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta , 1998
Calvin S. Hall at all, Theories of Personality, John Wiley & Sons, New York, 1978. Edisi Terjemahan oleh Kanisius, Yogyakarta , 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.