MAKALAH
TEORI
BELAJAR YANG BERPIJAK PADA
PANDANGAN
BEHAVIORISME
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Kelompok Di Semester Ganjil
Pada
Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen
Pengampu :
Prof.
Dr. H. Karwono, M.Pd
Oleh
:
NO
|
NAMA
|
NPM
|
PARAF
|
1
|
Aflah Mufidatul Mahmudah
|
10311681
|
1.
|
2
|
Anita Zuraini Zahro
|
10311679
|
2.
|
3
|
Arief Dwi Wahyu
|
10311690
|
3.
|
4
|
Arisa Destiana
|
103116
|
4.
|
5
|
Bangun Hutama Wardana
|
10311694
|
5.
|
6
|
Charles Maydona
|
10311697
|
7.
|
7
|
Sriyati
|
10311660
|
8.
|
Prodi : Matematika B
Semester III
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
2011
/ 2012
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Ungkapan puji
syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
diberikan kekuatan untuk dapat menyelesaikan Makalah ini, yang disusun sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas kelompok Mata Belajar dan Pembelajaran,
Tahun Akademik 2011 / 2012.
Ucapan
terimakasih, penyusun ucapkan kepada pihak-pihak yang terkait yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini, tujuan penugasan dan harapan-harapan
yang berkaitan dengan tugas yang dibuat. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. H.
Karwono, M.Pd sebagai dosen pengampu,
yang telah membimbing dalam penyusunan Makalah ini. Dan teman-teman serta orang
tua yang telah memberi motivasi dalam penyusunan dan penyelesaian Makalah ini.
Akhir kata, Tak
ada Gading yang Tak Retak, begitu juga dengan Makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan yang akan datang.
Semoga Makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penyusun dan semua pembaca
Makalah ini.
Wassalammu’alaikum Wr Wb.
Metro,
Oktober 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
i
KATA PENGANTAR.............................................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................................ 1
B.
Tujan.................................................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
Teori Belajar Behavioristik......................................................................................
2
1.
Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme......... 2
a.
Hukum Reaksi Bervariasi..................................................................
5
b.
Hukum Sikap (Set / Attitude)............................................................
5
c.
Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)................ 5
d.
Hukum Respon by Analogy..............................................................
5
e.
Hukum Perpindahan Asosiasi............................................................
5
2.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).............................................................
6
3.
Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990)........................................................
8
4.
Robert
Gagne ( 1916-2002) .. 9
5.
Albert Bandura
(1925-masih hidup.............................................................
10
6.
E.R. Guthrie.................................................................................................
11
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................
13
B.
Saran.................................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perubahan tingkah laku bukan di lihat
dari perubahan sifat-sifat fisik misalnya tinggi dan berat badan,yang terjadi
sebagai suatu perubahan fisiologis dalam besar otot/efisiensi dari
proses-prosessirkulasi dan respirasi. Perubahan ini tidak termasuk belajar, perilaku berbicara, menulis, bergerak dan lainnya
memberi kesempatan kepada manusia untuk mempelajari perilaku-perilaku seperti
berfikir, merasa, mengingat dan memecahkan masalah dan lain-lainnya perubahan ini
termasuk hasil belajar. Sedangkan
istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan tingkah laku yang
dapat di anggap mewakili belajar.
Proses belajar tidak hanya tergantung
kepada orang lain,tapi pada individu yang belajar. Anak belajar tidak hanya
verbalisme tetapi dari mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Anak
harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang telah di peroleh untuk memecahkan
masalah hidup.
Belajar merupakan proses terbentuknya
tingkah laku baru yang di sebabkan individu merespon lingkungan melalui
pengalaman pribadi. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya
tujuan dari pihak siswa maupun guru,banyak sekali teori belajar menurut literatur psikologi. Teori itu bersumber dari teori
atau aliran-aliran psikologi. Secara garis besar di kenal ada 3 rumpun besar
teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu teori Behaviorisme, Kognitifisme, Konstruktivisme dan Humanisme. Dalam makalah
ini akan membahas teori Behaviorisme.
B. Tujuan
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
2.
Mengetahui teori belajar Behaviorisme
3.
Peserta didik diharapkan lebih paham mengenai teori belajar Behaviorisme
4.
Peserta didik mampu memilih dan menerapkan teori belajar
tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori
Belajar Behavioristik
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1.
Mementingkan faktor lingkungan
2.
Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.
Sifatnya mekanis
5.
Mementingkan masa lalu
1.
Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang
pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas
Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di
Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational
Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence
(1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The
Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan
antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang
tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang
memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia
dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam
sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop
yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu
bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam
melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan
stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response
lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S R S1 R1 dst
Dalam percobaan tersebut apabila di
luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan
cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah
menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari
ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang
lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja enyentuh kenop
tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan
hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Hukum Kesiapan(law of readiness),
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku,
maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme
adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca
indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila
hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan
prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu
kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness
adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa
puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan
bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan.
Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak
ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah
ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau
meniadakan ketidakpuasannya.
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu
semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi
antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih
kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya
tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
Hukum akibat(law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat
menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya,
suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan
tidak akan diulangi.
Koneksi antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah,
tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila
anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya,
ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike
berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan
yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada
binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung
dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada
individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya
bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
b.
Hukum Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon
saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik
kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum
Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar
memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya
terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.
Hukum
Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada
situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin
mudah.
e.
Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang
dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit
unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan
penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja
tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang
berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.
Syarat utama terjadinya hubungan stimulus
respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
Akibat suatu perbuatan dapat menular baik
pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep
transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar
dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya
berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
2.
Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14
September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich
Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke
Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar
fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada
institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi
pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or
Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi
psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive
Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia
bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran
mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia
berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak
dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan
percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga
kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu
makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan
diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar
pula.
Makanan adalah
rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari
manusia.
Dari eksperimen
Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa
daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing
keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi
ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari ada
situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual
es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu
asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila
tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lain
adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank.
Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian
dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di
rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa
harus berdiri lama.
Faktor lain yang juga penting dalam
teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi, deskriminasi,
dan pelemahan.
Dari contoh
tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan,
sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.
3.
Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi
modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah
laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior
of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori
operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan
yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of
Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam
jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori
oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal
sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan
meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa
hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui
pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah
berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan
yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi
imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah
suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut
:
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus
yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah
dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan,
penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat
dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari
makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan
secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses
ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada
tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk
bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk
bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
Ø
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
Ø
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
Ø
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
Ø
Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk
itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
Ø
dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas
sendiri.
Ø
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
Ø Dalam pembelajaran digunakan shaping.
4.
Robert Gagne ( 1916-2002)
Gagne
adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan
penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan
konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis
komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk
mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong
guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya
belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi
pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai
dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar
SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai
pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut
tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
5.
Albert
Bandura (1925-masih hidup)
Bandura lahir pada tanggal 4
Desember 1925 di Mondare alberta
berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar
sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam
belajar observasi adalah:
1.
Perhatian, mencakup peristiwa
peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup
kode pengkodean simbolik.
3.
Reprodukdi motorik, mencakup
kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.
Motivasi, mencakup dorongan
dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain
itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip
prinsip sebgai berikut:
Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
Individu
lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena
melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka
Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya
perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori
Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikan secara massal.
6.
E.R. Guthrie
Menurut Guthrie, tingkah laku
manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku yang terdiri
atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respon-respon dari
stimulus sebelum nya dan kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang
kemudian akan menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang terus menerus,
jadi, proses terbentuknya rangkaian tingkah lkau tersebut terjadi dengan
kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku yang satu dengan
unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan
tingkah laku ini disebut “law of Assiciation”.
Untuk memperbaiki tingkah laku
yang jelek, menurut Guthrie harus dilihat dari rentetan unit-unit tingkah
lakunya, kemudian diushakan untuk menghilangkan atau menggati unit tingkah laku
yang tidak baik dengan tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang
seharusnya.
Contohnya seperti seorang anak
yang memiliki kebiasaan buruk. Setiap pulang sekolah, setelah masuk rumah
selalu melemparkan tas dan pakiannya kemudian berganti pakaian lalu makan.
Ibunya selalu menegur berkali-kali agar sebelum ganti pakaian dan makan,
anaknya itu harus menggantungkan baju sekolah dan tasnya pada tempatnya. Hanya
sekali dua kali anak itu menurut, tetapi kebiasaan buruknya diulang lagi.
Guthrie menyarankan agar teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas
dan pakaian sekolahnya, sesudah makan, namun harus diulangi dari awal rangkaian
tindakannya. Ia harus disuruh memakai pakaian sekolah lagi, menyandang tasnya
lalu disuruhnya masuk rumah lagi dan menggantungkan tas dan pakaian nya dan
kemudian ganti pakian dan makan. Begitu seterusnya cara memperbaiki tingkah
laku harus diulangi sampai kebiasaan baik itu dilaksanakan setiap hari.
Selain dengan cara diatas,
Ghutrie menyarankan metode untuk mengubah tingkah laku, yaitu :
a.
Metode respon bertentangan (incompatible Respon Method).
Cara mengubah tingkah laku dengan jalan memberikan stimulus yang dapat
menimbulkan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang akan dihilangkan. Contoh,
jika anak takut terhadap boneka, maka letakkan permainan anak yang disukai anak
tersebut di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan yang
sebenarnya boneka tersebut tidak menakutkan, lambat laun anka tersebut tidak
takut lagi dengan boneka, dan hal ini dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b.
Metode membosankan (Exhaustion Method). Contoh,
anak kecil suka menghisap rokok. Mereka
disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan. Mereka akan berhenti
merokok dengan sendirinya.
c.
Metode mengubah lingkungan (Change of Invironmental
Method). Contoh, anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat
diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan mereka senang belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar behaviorisme
merupakan upaya utuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar sehingga
membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Pada
dasarnya teori behaviorisme di lengkapi oleh teori kognitifisme sehingga ada
varian,gagasa utama ataupun tokoh yang tidak dapat di masukan menjadi teori
tersendiri. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik
untuk di terapkan pada kawasan tertentu. Pemahaman ini penting untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.
B. Saran
Guru sebagai pembelajar memiliki
kewajiban mencari,menemukan dan di harapkan memecahkan masalah-masalah belajar
siswa. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut secara profesional
guru dapat melakukan langkah-langkah berupa:
a)
Pengamatan perilaku belajar dalam kegiatan belajar
mengajar.
b)
Analisis hasil belajar untuk memberi makna apakah
pembelajaran berlangsung sesai yang di rencanakan
c)
Melakukan tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan
belajar siswa.
Selain dengan langkah-langkah
tersebut guru juga bisa dengan menerapkan teori lain seperti teori belajar
behaviorism. Dengan demikian maka pendidik akan memiliki cara mengajar yang
bervariasi/berbeda sehingga tidak menimbulkan kejenuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyad,H. Aminuddin.1999.Teori belajar dan pembelajaran.Jakarta:Uhamka
Press
Sagala,
Syaiful.2010. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Karwono.Mularsih,Heni.2010.Belajar dan Pembelajaran serta Pemanfaatan sumber Belajar.Ciputat.Cerdas
Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.