Rabu, 12 Oktober 2011

MAKALAH TEORI BELAJAR YANG BERPIJAK PADA PANDANGAN BEHAVIORISME


MAKALAH
TEORI BELAJAR YANG BERPIJAK PADA
PANDANGAN BEHAVIORISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Di Semester Ganjil
Pada Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Karwono, M.Pd







Oleh :
NO
NAMA
NPM
PARAF
1
Aflah Mufidatul Mahmudah
10311681
1.
2
Anita Zuraini Zahro
10311679
  2.
3
Arief Dwi Wahyu
10311690
3.
4
Arisa Destiana
103116
  4.
5
Bangun Hutama Wardana
10311694
5.
6
Charles Maydona
10311697
  7.
7
Sriyati
10311660
8.

Prodi : Matematika B
Semester III 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2011 / 2012




KATA PENGANTAR



Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Ungkapan puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami diberikan kekuatan untuk dapat menyelesaikan Makalah ini, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kelompok Mata Belajar dan Pembelajaran, Tahun Akademik 2011 / 2012.

Ucapan terimakasih, penyusun ucapkan kepada pihak-pihak yang terkait yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini, tujuan penugasan dan harapan-harapan yang berkaitan dengan tugas yang dibuat. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. H. Karwono, M.Pd sebagai dosen pengampu, yang telah membimbing dalam penyusunan Makalah ini. Dan teman-teman serta orang tua yang telah memberi motivasi dalam penyusunan dan penyelesaian Makalah ini.

Akhir kata, Tak ada Gading yang Tak Retak, begitu juga dengan Makalah ini. Penyusun menyadari bahwa Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan yang akan datang. Semoga Makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penyusun dan semua pembaca Makalah ini.

        Wassalammu’alaikum Wr Wb.
                                                                                  
Metro, Oktober 2011
                                                                      
Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ................................................................................................  1
B.     Tujan................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
  Teori Belajar Behavioristik...................................................................................... 2
1.          Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme......... 2
a.                   Hukum Reaksi Bervariasi.................................................................. 5
b.                  Hukum Sikap (Set / Attitude)............................................................ 5
c.                   Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)................ 5
d.                  Hukum Respon by Analogy.............................................................. 5
e.                   Hukum Perpindahan Asosiasi............................................................ 5
2.          Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)............................................................. 6
3.          Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)........................................................ 8
4.          Robert Gagne ( 1916-2002)                                                                       .. 9
5.          Albert Bandura (1925-masih hidup............................................................. 10
6.          E.R. Guthrie................................................................................................. 11

                                                                                                                                   
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................... 13
B.     Saran................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. iv






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perubahan tingkah laku bukan di lihat dari perubahan sifat-sifat fisik misalnya tinggi dan berat badan,yang terjadi sebagai suatu perubahan fisiologis dalam besar otot/efisiensi dari proses-prosessirkulasi dan respirasi. Perubahan ini tidak termasuk belajar, perilaku berbicara, menulis, bergerak dan lainnya memberi kesempatan kepada manusia untuk mempelajari perilaku-perilaku seperti berfikir, merasa, mengingat dan memecahkan masalah dan lain-lainnya perubahan ini termasuk hasil belajar. Sedangkan  istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan tingkah laku yang dapat di anggap mewakili belajar.
Proses belajar tidak hanya tergantung kepada orang lain,tapi pada individu yang belajar. Anak belajar tidak hanya verbalisme tetapi dari mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan  yang telah di peroleh untuk memecahkan masalah hidup.
Belajar merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru yang di sebabkan individu merespon lingkungan melalui pengalaman pribadi. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan dari pihak siswa maupun guru,banyak sekali teori belajar menurut literatur  psikologi. Teori itu bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Secara garis besar di kenal ada 3 rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu teori Behaviorisme, Kognitifisme, Konstruktivisme dan Humanisme. Dalam makalah ini akan membahas teori Behaviorisme.

B.     Tujuan
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
2.      Mengetahui teori belajar Behaviorisme
3.      Peserta didik diharapkan lebih paham mengenai teori belajar Behaviorisme
4.      Peserta didik mampu memilih dan menerapkan teori belajar tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PEMBAHASAN

Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik:
1.      Mementingkan faktor lingkungan
2.      Menekankan pada faktor bagian
3.      Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.      Sifatnya mekanis
5.      Mementingkan masa lalu

1.      Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
       S R                      S1                R1                          dst
Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.      Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b.      Hukum Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c.       Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).

d.      Hukum Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.

e.       Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.

2.      Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.           
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.   
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi, deskriminasi, dan pelemahan.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

3.      Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”.  Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.       
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
Ø  Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
Ø  Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
Ø  Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
Ø  Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
Ø  dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
Ø  Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
Ø  Dalam pembelajaran digunakan shaping.




4.      Robert Gagne ( 1916-2002)
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan  masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.

5.      Albert Bandura (1925-masih hidup)
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare  alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1.      Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.      Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.      Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.      Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebgai berikut:
Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan  penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.

6.      E.R. Guthrie
Menurut Guthrie, tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respon-respon dari stimulus sebelum nya dan kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang terus menerus, jadi, proses terbentuknya rangkaian tingkah lkau tersebut terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan tingkah laku ini disebut “law of Assiciation”.
Untuk memperbaiki tingkah laku yang jelek, menurut Guthrie harus dilihat dari rentetan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diushakan untuk menghilangkan atau menggati unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya.
Contohnya seperti seorang anak yang memiliki kebiasaan buruk. Setiap pulang sekolah, setelah masuk rumah selalu melemparkan tas dan pakiannya kemudian berganti pakaian lalu makan. Ibunya selalu menegur berkali-kali agar sebelum ganti pakaian dan makan, anaknya itu harus menggantungkan baju sekolah dan tasnya pada tempatnya. Hanya sekali dua kali anak itu menurut, tetapi kebiasaan buruknya diulang lagi. Guthrie menyarankan agar teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas dan pakaian sekolahnya, sesudah makan, namun harus diulangi dari awal rangkaian tindakannya. Ia harus disuruh memakai pakaian sekolah lagi, menyandang tasnya lalu disuruhnya masuk rumah lagi dan menggantungkan tas dan pakaian nya dan kemudian ganti pakian dan makan. Begitu seterusnya cara memperbaiki tingkah laku harus diulangi sampai kebiasaan baik itu dilaksanakan setiap hari.
Selain dengan cara diatas, Ghutrie menyarankan metode untuk mengubah tingkah laku, yaitu :
a.       Metode respon bertentangan (incompatible Respon Method). Cara mengubah tingkah laku dengan jalan memberikan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang akan dihilangkan. Contoh, jika anak takut terhadap boneka, maka letakkan permainan anak yang disukai anak tersebut di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan yang sebenarnya boneka tersebut tidak menakutkan, lambat laun anka tersebut tidak takut lagi dengan boneka, dan hal ini dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b.      Metode membosankan (Exhaustion Method). Contoh, anak  kecil suka menghisap rokok. Mereka disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan. Mereka akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c.       Metode mengubah lingkungan (Change of Invironmental Method). Contoh, anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan mereka senang belajar.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori belajar behaviorisme merupakan upaya utuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Pada dasarnya teori behaviorisme di lengkapi oleh teori kognitifisme sehingga ada varian,gagasa utama ataupun tokoh yang tidak dapat di masukan menjadi teori tersendiri. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk di terapkan pada kawasan tertentu. Pemahaman ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

B.     Saran
Guru sebagai pembelajar memiliki kewajiban mencari,menemukan dan di harapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut secara profesional guru dapat melakukan langkah-langkah berupa:
    
a)      Pengamatan perilaku belajar dalam kegiatan belajar mengajar.
b)      Analisis hasil belajar untuk memberi makna apakah pembelajaran berlangsung sesai yang di rencanakan
c)      Melakukan tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.

Selain dengan langkah-langkah tersebut guru juga bisa dengan menerapkan teori lain seperti teori belajar behaviorism. Dengan demikian maka pendidik akan memiliki cara mengajar yang bervariasi/berbeda sehingga tidak menimbulkan kejenuhan.





DAFTAR PUSTAKA


Dimyati, Mudjiono.1999.Belajar dan pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta

Rasyad,H. Aminuddin.1999.Teori belajar dan pembelajaran.Jakarta:Uhamka Press
Sagala, Syaiful.2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Karwono.Mularsih,Heni.2010.Belajar dan Pembelajaran serta Pemanfaatan sumber Belajar.Ciputat.Cerdas Jaya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.